"Dan ia berkata kepada Ayub, "Sesungguhnya, takut kepada Tuhan, itulah hikmat, dan menjauhi kejahatan, itulah pengertian.""
Gambar ilustrasi ayat Alkitab: Takut kepada Tuhan adalah Hikmat.
Ayat dari Kitab 1 Raja-raja pasal 1 ayat 26 ini, meskipun di dalam konteks yang berbeda dari hikmat yang diajarkan Ayub, menyampaikan sebuah kebenaran universal yang mendasar: bahwa inti dari hikmat sejati adalah takut kepada Tuhan, dan pemahaman atau pengertian sejati terwujud dalam menjauhi kejahatan. Pernyataan ini menegaskan bahwa sumber dari segala kebijaksanaan dan kecerdasan yang sesungguhnya bukanlah sekadar akumulasi pengetahuan duniawi atau kemampuan intelektual semata, melainkan sebuah hubungan yang mendalam dan berakar pada rasa hormat serta ketaatan kepada Sang Pencipta.
Dalam banyak tradisi keagamaan, termasuk dalam pemahaman Kristen dan Yahudi, konsep "takut kepada Tuhan" tidak diartikan sebagai rasa takut yang melumpuhkan atau ketakutan yang penuh teror. Sebaliknya, ia merujuk pada kesadaran akan kekudusan, kebesaran, dan kedaulatan Tuhan, yang kemudian melahirkan kerinduan untuk menyenangkan-Nya dan menghindari segala sesuatu yang bertentangan dengan kehendak-Nya. Ini adalah rasa hormat yang mendalam yang menginspirasi kepatuhan dan kesucian hidup. Ketika seseorang benar-benar takut akan Tuhan, ia akan cenderung berpikir dua kali sebelum melakukan kesalahan, ia akan merenungkan dampak perbuatannya, dan ia akan berusaha hidup sesuai dengan prinsip-prinsip ilahi.
Lebih lanjut, ayat ini menghubungkan takwa kepada Tuhan dengan kemampuan untuk menjauhi kejahatan. Hikmat yang sejati tidak hanya berhenti pada pengetahuan tentang apa yang benar, tetapi juga mencakup kekuatan moral dan kemauan untuk bertindak sesuai dengan kebenaran tersebut. Kejahatan, dalam segala bentuknya, adalah perwujudan dari pemberontakan terhadap tatanan ilahi dan merusak hubungan manusia dengan Tuhan serta sesama. Orang yang memiliki pengertian yang benar akan mampu mengenali perangkap kejahatan, menolak godaan, dan memilih jalan yang lurus. Ini adalah bentuk kebijaksanaan praktis yang membedakan orang benar dari orang fasik.
Menerapkan prinsip ini dalam kehidupan sehari-hari sangatlah relevan. Di tengah kompleksitas dunia modern, di mana nilai-nilai sering kali terombang-ambing, pegangan yang kuat pada takut akan Tuhan dapat menjadi jangkar moral. Ini membantu kita membuat keputusan yang bijak dalam karier, hubungan pribadi, dan interaksi sosial. Misalnya, ketika dihadapkan pada pilihan antara keuntungan yang diperoleh secara tidak jujur atau integritas yang terjaga, takut akan Tuhan akan mendorong kita untuk memilih integritas, meskipun mungkin ada kerugian sesaat. Sebaliknya, jika kita hanya mengandalkan pemikiran rasional semata tanpa dimensi spiritual, kita mungkin lebih mudah tergoda oleh jalan pintas yang menyesatkan.
Ayat ini juga mengisyaratkan bahwa pengertian yang sesungguhnya bukanlah sekadar kemampuan untuk menganalisis situasi secara intelektual, melainkan kemampuan untuk membedakan antara kebaikan dan keburukan, serta memiliki kekuatan untuk memilih kebaikan. Tanpa fondasi takut akan Tuhan, pengertian bisa saja menjadi dingin, kalkulatif, dan bahkan digunakan untuk tujuan yang egois. Namun, ketika dipadukan dengan rasa hormat kepada Tuhan, pengertian menjadi alat yang berharga untuk menjalani hidup yang bermakna dan berdampak positif. Dengan demikian, renungan atas 1 Raja-raja 1:26 mengingatkan kita untuk senantiasa menjaga akar hikmat kita pada hubungan yang benar dengan Tuhan dan pada komitmen teguh untuk menjauhi segala bentuk kejahatan.