1 Raja-raja 12:9 - Kebaikan dan Kebijaksanaan dalam Kepemimpinan

"Tetapi baiklah engkau mengerti: ia telah mengutus aku kepadamu dengan perintah menduduki takhta Daud, bapamu, dan memerintah Israel, umat TUHAN itu."
Takhta Kepemimpinan yang Sah

Ayat dari 1 Raja-raja 12:9 membawa kita pada momen krusial dalam sejarah Israel, yaitu setelah masa pemerintahan Raja Salomo. Yerobeam, salah satu tokoh penting, merujuk pada perintah ilahi yang diterimanya. Ayat ini bukan sekadar pengingat akan sebuah mandat, tetapi lebih dalam lagi, ia menekankan esensi dari kepemimpinan yang didasarkan pada kehendak Tuhan.

Dalam konteks ayat ini, Yerobeam mengingatkan Rechabeam, putra Salomo, bahwa takhta yang diwarisinya berasal dari Tuhan. Ini adalah sebuah pengingat yang seharusnya menuntun Rechabeam untuk bertindak dengan bijaksana dan berempati kepada rakyatnya. Perintah untuk memerintah Israel, umat pilihan Tuhan, bukanlah sebuah hak pribadi semata, melainkan sebuah tanggung jawab besar yang harus dijalankan dengan integritas dan keadilan.

Kutipan dari 1 Raja-raja 12:9 ini secara implisit mengajarkan pentingnya sebuah pemerintahan yang sah, yang memiliki dasar otoritas yang jelas. Otoritas ini tidak datang dari kekuatan militer atau pengaruh politik semata, tetapi dari pengakuan terhadap kedaulatan ilahi. Yerobeam, meskipun nantinya memberontak dan memimpin sepuluh suku utara, dalam momen ini mengingatkan Rechabeam akan prinsip dasar tersebut. Ini adalah peringatan agar tidak menyalahgunakan kekuasaan dan agar tetap tunduk pada kehendak Tuhan yang telah menetapkan garis keturunan Daud untuk memerintah.

Kebaikan dalam kepemimpinan tercermin dari bagaimana seorang pemimpin merespons kebutuhan dan penderitaan rakyatnya. Sejarah mencatat bahwa Rechabeam tidak mendengarkan nasihat orang-orang tua yang bijaksana, melainkan mengikuti saran kaum muda yang memintanya untuk menindas rakyat lebih keras. Perilaku ini akhirnya memecah kerajaan Israel menjadi dua, sebuah tragedi yang berakar pada ketidakmampuan sang raja untuk bertindak dengan kebaikan dan kebijaksanaan yang seharusnya menjadi ciri kepemimpinannya.

Oleh karena itu, 1 Raja-raja 12:9 menjadi sebuah pelajaran berharga bagi setiap pemimpin, baik di masa lalu maupun di masa kini. Ia mengingatkan bahwa kekuasaan adalah sebuah amanah yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab, berdasarkan prinsip kebaikan, keadilan, dan ketaatan kepada otoritas yang lebih tinggi. Mengabaikan prinsip-prinsip ini dapat berujung pada kehancuran dan perpecahan, seperti yang dialami oleh kerajaan Israel.

Kebaikan dan kebijaksanaan dalam memerintah umat Tuhan bukan hanya tentang membuat keputusan yang tepat, tetapi juga tentang bagaimana keputusan tersebut dibuat dan diimplementasikan. Hal ini mencakup kemampuan untuk mendengarkan, berempati, dan bertindak dengan kasih. Dengan berpegang pada prinsip-prinsip ilahi, seorang pemimpin dapat membawa bangsanya pada kemakmuran dan kedamaian yang sejati, sesuai dengan apa yang Tuhan kehendaki.