1 Raja-Raja 18:38

"Maka turunlah api TUHAN, lalu memakan habis korban bakaran itu, kayu api itu, batu-batu itu dan tanah itu; juga menjilat habis air yang berada dalam parit itu."

Ayat 1 Raja-Raja 18:38 adalah puncak dari sebuah konfrontasi ilahi yang dramatis. Peristiwa ini terjadi di Gunung Karmel, di mana Nabi Elia menantang 450 nabi Baal untuk membuktikan siapa Allah yang sejati. Selama berjam-jam, para nabi Baal berseru, memotong diri mereka sendiri, dan melakukan ritual yang sia-sia, namun tidak ada jawaban dari dewa mereka. Keadaan menjadi sangat kontras ketika giliran Elia tiba.

Elia, dengan keyakinan yang teguh pada Allah Israel, membangun mezbah yang runtuh, menempatkan korban bakaran di atasnya, dan meminta agar empat buyung besar air dituangkan tiga kali ke atasnya. Parit di sekeliling mezbah pun diisi air hingga penuh. Situasi ini tampak mustahil untuk memicu api secara alami, justru membuat semuanya basah kuyup. Namun, justru di sinilah kebesaran kuasa ilahi dinyatakan.

Dengan suara yang tenang namun penuh otoritas, Elia berdoa, "Ya TUHAN, Allah Abraham, Ishak dan Israel, pada hari ini biarlah mereka mengetahui, bahwa Engkaulah Allah di antara orang Israel dan bahwa aku ini hamba-Mu, dan bahwa aku melakukan segala perkara ini atas firman-Mu. Jawablah aku, ya TUHAN, jawablah aku, supaya bangsa ini mengetahui, bahwa Engkaulah Allah, dan Engkaulah yang memimpin hati mereka kembali."

Dan terjadilah. Sesuai dengan firman Tuhan yang diucapkan Elia, "Maka turunlah api TUHAN, lalu memakan habis korban bakaran itu, kayu api itu, batu-batu itu dan tanah itu; juga menjilat habis air yang berada dalam parit itu." Api ini bukan sekadar api biasa. Api itu turun langsung dari surga, menunjukkan dengan jelas intervensi ilahi yang tak terbantahkan. Api itu bukan hanya membakar kayu dan daging korban, tetapi juga api yang luar biasa kuat yang melalap batu-batu dan bahkan menguapkan seluruh air yang ada di sekelilingnya. Kejadian ini adalah demonstrasi kekuasaan Tuhan yang mutlak.

Kejadian ini memiliki makna yang sangat mendalam. Pertama, ini adalah pembuktian bahwa Allah Israel adalah Allah yang hidup dan berkuasa, sementara dewa-dewa lain seperti Baal adalah berhala yang tidak berdaya. Kedua, ini menegaskan otoritas dan kesetiaan Elia sebagai nabi-Nya. Ketiga, dan yang terpenting, ini adalah panggilan untuk kembali kepada Allah. Penduduk Israel yang menyaksikan mukjizat ini akhirnya tersungkur dan mengakui bahwa "TUHAN, itulah Allah! TUHAN, itulah Allah!".

Dalam konteks spiritual modern, ayat ini tetap relevan. Ia mengingatkan kita tentang kuasa Allah yang dahsyat, kesetiaan-Nya kepada umat-Nya, dan panggilan-Nya agar kita menanggalkan penyembahan berhala modern – baik itu materi, kesenangan duniawi, atau kesombongan diri – dan kembali berserah sepenuhnya kepada-Nya. Api Tuhan yang turun di Gunung Karmel adalah lambang kebenaran ilahi yang menghanguskan kepalsuan dan memurnikan hati umat-Nya.