Peristiwa pentahbisan Bait Suci yang dilakukan oleh Raja Salomo merupakan momen puncak dari pembangunan sebuah mahakarya spiritual yang telah lama dinantikan oleh umat Israel. Setelah bertahun-tahun pembangunan yang monumental, dengan kerja keras, sumber daya yang melimpah, dan bimbingan ilahi, Bait Suci di Yerusalem akhirnya siap untuk diresmikan. Ayat 1 Raja-raja 8:63 mencatat salah satu aspek terpenting dari peresmian tersebut: persembahan korban yang sangat besar.
Jumlah korban yang dipersembahkan—dua puluh dua ribu lembu sapi dan seratus dua puluh ribu domba dan kambing—sungguh luar biasa. Angka-angka ini bukan sekadar statistik, melainkan simbol dari kekhusyukan, rasa syukur, dan pengabdian yang mendalam dari Raja Salomo dan seluruh umat Israel kepada Tuhan. Persembahan semacam ini melambangkan penyerahan diri sepenuhnya, pengakuan akan kebesaran Tuhan, dan keinginan untuk menyucikan diri serta tempat ibadah tersebut. Lembu sapi dan domba adalah hewan yang umum digunakan dalam korban persembahan, melambangkan perdamaian, penebusan dosa, dan ucapan syukur.
Pentahbisan Bait Suci bukan hanya upacara seremonial, melainkan titik balik penting dalam sejarah Israel. Bait Suci menjadi pusat ibadah, tempat di mana umat dapat mendekat kepada Tuhan, berdoa, dan menerima bimbingan-Nya. Kehadiran Tuhan yang dipercayai bersemayam di dalam Tabut Perjanjian, yang kini ditempatkan di Ruangan Mahakudus Bait Suci, memberikan jaminan kehadiran ilahi di tengah-tengah umat-Nya. Peristiwa ini mengukuhkan kembali perjanjian antara Tuhan dan umat-Nya, serta menegaskan status Yerusalem sebagai kota yang dikuduskan.
Persembahan korban yang begitu banyak juga mencerminkan kekayaan dan kemakmuran yang diberkati Tuhan kepada Israel melalui Raja Salomo. Namun, lebih dari sekadar menunjukkan kekayaan materi, persembahan ini menekankan pentingnya hati yang tulus dan sikap yang rendah hati di hadapan Tuhan. Korban-korban ini dipersembahkan dengan tujuan yang jelas: untuk menguduskan dan mentahbiskan rumah Tuhan. Ini adalah tindakan pengabdian tertinggi, yang menunjukkan bahwa segala sesuatu yang terbaik dari milik mereka dipersembahkan untuk kemuliaan-Nya.
Peristiwa ini juga menjadi pengingat bagi kita akan pentingnya menyerahkan hidup kita sepenuhnya kepada Tuhan. Sebagaimana Salomo dan umat Israel mengoconya untuk mentahbiskan rumah Tuhan, kita pun dipanggil untuk mentahbiskan hidup kita sebagai bait Roh Kudus. Persembahan kita kepada Tuhan tidak selalu berupa materi, tetapi dapat berupa waktu, talenta, tenaga, dan hati yang tulus. 1 Raja-raja 8:63 mengajarkan kita tentang skala pengabdian yang sesungguhnya, yang melampaui kepantasan materi, menuju penyerahan diri yang total demi kemuliaan Tuhan dan kekudusan tempat-Nya.