1 Tawarikh 17:3 - Niat Daud Membangun Rumah Bagi Allah

"Malam itu juga firman TUHAN datang kepada Natan: "Pergilah katakan kepada hamba-Ku Daud: Beginilah firman TUHAN: Bukan engkau yang akan membangun rumah bagi-Ku untuk didiami."" Simbol Bait Allah

Kisah dalam Kitab 1 Tawarikh pasal 17 membuka sebuah lembaran penting dalam perjalanan iman Raja Daud. Setelah berhasil mengukuhkan kerajaannya dan menaklukkan musuh-musuhnya, Daud merasakan sebuah kerinduan yang mendalam di hatinya: membangun sebuah rumah yang layak bagi Allah, tempat ibadah yang agung untuk kemuliaan Tuhan.

Ayat ke-3 dari pasal 17 ini mencatat sebuah momen krusial. Daud mengungkapkan niat tulusnya kepada Nabi Natan, berharap mendapatkan dukungan dan arahan. Ia berkata, "Aku, yang diam di rumah lettre, sedang tabut perjanjian TUHAN dan tempat perlindungan ada di bawah gubung." Perasaan Daud adalah bahwa dirinya berdiam dalam istana yang megah, sementara tempat kediaman Allah masih berupa kemah yang sementara. Ini menunjukkan kerendahan hati dan kesadaran Daud akan status Allah yang jauh melampaui kemegahan duniawi.

Namun, firman TUHAN datang kepada Natan pada malam yang sama, membawa pesan yang berbeda dari harapan Daud. Pesan tersebut menyatakan dengan jelas, "Beginilah firman TUHAN: Bukan engkau yang akan membangun rumah bagi-Ku untuk didiami." Ini bukanlah penolakan terhadap keinginan Daud, melainkan sebuah pengungkapan rencana ilahi yang lebih besar. Allah melihat kedalaman hati Daud, keimanannya, dan kerinduannya untuk memuliakan Dia. Meskipun demikian, peran pembangunan Bait Allah yang permanen dan megah itu telah ditetapkan untuk pribadi yang lain.

Melalui firman ini, kita diajak untuk merenungkan beberapa hal penting. Pertama, niat yang tulus adalah fondasi yang berharga di mata Tuhan. Daud tidak memiliki niat buruk atau motif tersembunyi; ia hanya ingin menunjukkan kasih dan hormatnya kepada Allah dengan cara membangun rumah yang sesuai dengan kebesaran-Nya. Tuhan melihat hati, dan kerinduan Daud itu dihargai.

Kedua, rencana Tuhan seringkali melampaui visi kita. Daud membayangkan sebuah bangunan fisik yang megah sebagai tanda kehadiran Tuhan di tengah umat-Nya. Namun, Tuhan punya tujuan yang lebih luas. Melalui penolakan ini, Tuhan mempersiapkan jalan bagi Salomo, putranya, untuk membangun Bait Allah, dan yang lebih penting, Ia mempersiapkan warisan kekal melalui garis keturunan Daud sendiri.

Ayat ini menegaskan bahwa meskipun Daud tidak diizinkan membangun Bait Allah, ia tetap menjadi tokoh sentral dalam rencana Allah. Tuhan melanjutkan firmannya kepada Natan untuk menyampaikan kepada Daud bahwa dialah yang telah merencanakan dan mengumpulkan sumber daya untuk pembangunan tersebut. Ini menunjukkan bahwa kontribusi Daud tetap sangat berarti dalam sejarah keselamatan.

Kisah ini mengajarkan kita untuk tidak hanya fokus pada hasil akhir atau pengakuan pribadi, tetapi juga pada ketulusan hati dan kesediaan untuk melayani Tuhan sesuai dengan kehendak-Nya, bahkan jika itu berarti peran kita berbeda dari apa yang kita bayangkan. Tuhan menggunakan setiap orang, dengan karunia dan kesempatan yang berbeda, untuk menggenapi rencana-Nya yang sempurna.

Mari kita renungkan firman ini dalam kehidupan kita. Apakah kita memiliki kerinduan untuk memuliakan Tuhan? Apakah kita siap untuk taat pada rencana-Nya, bahkan jika itu berarti melepaskan impian pribadi demi tujuan yang lebih besar? Seperti Daud, biarlah hati kita selalu tertuju kepada-Nya, siap sedia menerima panggilan-Nya, dan bersukacita dalam setiap bagian yang Tuhan tetapkan bagi kita dalam pekerjaan-Nya yang mulia.

Untuk memahami lebih lanjut mengenai sejarah pembangunan Bait Allah dan peran Daud serta Salomo, Anda dapat membaca kelanjutan pasal 1 Tawarikh 17 dan pasal-pasal berikutnya. Kehidupan Daud adalah teladan iman, keberanian, dan kerendahan hati di hadapan Tuhan.