Kitab 1 Tawarikh menyajikan narasi sejarah yang kaya mengenai Kerajaan Israel, dengan fokus utama pada pemerintahan Raja Daud dan pembangunan Bait Suci. Dalam pasal 25 dan 29, kita menemukan dua aspek penting dalam ibadah dan pelayanan kepada Tuhan: pujian dan pemberian. Kedua pasal ini, meskipun terpisah dalam urutan kitab, saling melengkapi dalam menggambarkan hati yang mau menyenangkan Tuhan.
Pujian yang Terstruktur dan Berkualitas (1 Tawarikh 25)
Pasal 25 menggarisbawahi pentingnya organisasi dan dedikasi dalam memuji Tuhan. Raja Daud, atas ilham Tuhan, menunjuk orang-orang Lewi untuk bertugas sebagai pemusik dan penyanyi di Bait Allah. Asaf, Heman, dan Yedutun menjadi pemimpin utama dari kelompok-kelompok ini, dan mereka dibagi lagi berdasarkan keluarga dan tugas mereka. Ada 24 kelompok di bawah pimpinan mereka, yang masing-masing memiliki peran spesifik dalam tugas pelayanan musik dan nyanyian pujian.
Penting untuk dicatat bahwa pujian di sini bukanlah sekadar ungkapan emosi yang spontan, melainkan sebuah bentuk ibadah yang terstruktur dan dipersiapkan. Para pemusik dan penyanyi ini dilatih dan memiliki tanggung jawab untuk melayani Tuhan dengan keterampilan mereka. Ayat 7 menyebutkan bahwa ada "enam ratus orang yang terlatih dalam menyanyi bagi TUHAN, semuanya ahli." Hal ini menunjukkan bahwa Tuhan menghargai kesungguhan, ketekunan, dan penggunaan karunia yang terbaik untuk kemuliaan-Nya. Pujian yang berkualitas, yang lahir dari hati yang bersyukur dan keterampilan yang diasah, menjadi persembahan yang menyenangkan di hadapan Tuhan. Ini mengajarkan kita bahwa dalam setiap aspek pelayanan kita, termasuk ekspresi pujian, kita harus berusaha memberikan yang terbaik, bukan hanya asal-asalan.
Pemberian dengan Hati yang Sukarela dan Kemuliaan Tuhan (1 Tawarikh 29)
Berpindah ke pasal 29, kita menyaksikan momen yang sangat menyentuh hati: persiapan pembangunan Bait Suci oleh Raja Daud dan seluruh rakyat. Setelah Daud menyatakan niatnya untuk membangun rumah bagi Tuhan, ia tidak hanya menyediakan sebagian besar kekayaannya sendiri, tetapi juga memimpin seluruh bangsa untuk memberikan persembahan yang sukarela. Daud berdoa dengan penuh semangat, mengakui bahwa segala sesuatu berasal dari Tuhan dan bahwa mereka hanya mengembalikan apa yang telah Tuhan berikan.
Ayat-ayat di pasal ini dipenuhi dengan penekanan pada keikhlasan dan sukarela hati. "Lalu bersukacitalah para kepala kaum keluarga dan para pemimpin suku Israel, para kepala kaum keluarga seribu dan para kepala seratus, dan para pengawas pekerjaan raja." (1 Tawarikh 29:17). Orang-orang memberikan emas, perak, tembaga, besi, dan batu permata bukan karena terpaksa, melainkan karena hati mereka tergerak oleh kasih kepada Tuhan dan keinginan untuk melihat rumah-Nya dibangun. Daud sendiri memberikan lebih dari satu juta mina emas dan dua juta mina perak (1 Tawarikh 29:4,7). Ini bukan sekadar sumbangan materi, tetapi ekspresi pengabdian dan rasa syukur yang mendalam.
Pesan utama dari pasal 29 adalah bahwa pemberian yang berkenan di hadapan Tuhan adalah pemberian yang berasal dari hati yang tulus, yang mengakui kedaulatan Tuhan atas segala sesuatu, dan yang dilakukan dengan sukacita. Daud menekankan, "Sebab apa yang kami persembahkan ini, kami ambil dari tangan-Mu dan kami mengembalikan kepada-Mu." (1 Tawarikh 29:14). Pemberian seperti ini tidak hanya membiayai pembangunan fisik, tetapi juga memperkuat iman dan persekutuan umat dengan Tuhan.
Sinergi Pujian dan Pemberian
Kedua pasal ini secara unik menggambarkan bagaimana pujian dan pemberian menjadi dua sisi mata uang yang sama dalam ibadah yang sejati. Orang yang hatinya dipenuhi pujian kepada Tuhan, yang mengakui kebesaran dan kebaikan-Nya, secara alami akan tergerak untuk memberikan yang terbaik bagi-Nya, baik dalam bentuk waktu, tenaga, maupun harta benda. Sebaliknya, tindakan memberi dengan sukarela dan tulus akan memperdalam rasa syukur dan pujian kita kepada Tuhan.
1 Tawarikh 25 mengajarkan kita untuk memuji Tuhan dengan kualitas, dedikasi, dan keahlian. 1 Tawarikh 29 mengajarkan kita untuk memberi kepada Tuhan dengan sukarela, keikhlasan, dan pengakuan akan sumber segala berkat. Ketika kedua prinsip ini bersatu dalam kehidupan orang percaya, ibadah kita menjadi holistik dan memuliakan Tuhan secara menyeluruh. Mari kita terus memuji Tuhan dengan suara dan hati yang terbaik, serta memberi kepada-Nya dari kelimpahan berkat-Nya dengan sukacita, untuk kemuliaan nama-Nya yang kekal.