1 Tawarikh 7 23: Janji dan Pemulihan

"Dan ia berkata kepada Hizkia: 'Ambillah dari padaku tiga ekor sapi dara untuk korban bakaran, tiga ekor kambing jantan untuk korban penghapus dosa, tiga ekor domba jantan untuk korban keselamatan, dan tiga ekor kambing betina untuk korban penghapus dosa, demi TUHAN.' Dan ia berkata kepada Hizkia: 'Ambillah dari padaku tiga ekor sapi dara untuk korban bakaran, tiga ekor kambing jantan untuk korban penghapus dosa, tiga ekor domba jantan untuk korban keselamatan, dan tiga ekor kambing betina untuk korban penghapus dosa, demi TUHAN.'"
Pemulihan & Harapan

Ayat 1 Tawarikh 7:23, meskipun singkat, menyimpan makna mendalam tentang pemulihan dan janji Tuhan dalam konteks sejarah umat-Nya. Ayat ini berbicara tentang instruksi yang diberikan kepada Hizkia terkait persembahan korban. Dalam tradisi Perjanjian Lama, persembahan korban adalah sarana penting untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, memohon pengampunan dosa, dan menyatakan rasa syukur serta ketaatan. Perintah untuk menyajikan berbagai jenis korban bakaran, korban penghapus dosa, dan korban keselamatan menunjukkan keinginan untuk memulihkan hubungan yang rusak, membersihkan dari kesalahan, dan mengembalikan kedamaian dengan Yang Mahakuasa.

Konteks historis dari masa Hizkia adalah periode penting dalam sejarah Kerajaan Yehuda. Hizkia dikenal sebagai raja yang saleh, yang berusaha mengembalikan ibadah yang benar kepada Tuhan setelah masa-masa kemurtadan di bawah pemerintahan raja-raja sebelumnya. Ia memerintahkan pembersihan Bait Allah, pemulihan ibadah Paskah, dan upaya untuk menyatukan kembali seluruh umat Israel dalam penyembahan kepada satu Tuhan. Dalam situasi seperti ini, persembahan korban yang diperintahkan dalam 1 Tawarikh 7:23 dapat dilihat sebagai bagian integral dari upaya Hizkia untuk memulihkan spiritualitas bangsa dan memperkuat hubungan mereka dengan Tuhan.

Pesan utama dari ayat ini melampaui sekadar ritual persembahan. Ini berbicara tentang harapan dan pemulihan yang selalu ditawarkan oleh Tuhan kepada umat-Nya. Ketika umat-Nya berbalik kepada-Nya dengan hati yang tulus, mengakui kesalahan mereka, dan berusaha untuk hidup sesuai dengan kehendak-Nya, Tuhan selalu siap untuk menerima mereka kembali. Instruksi untuk berbagai jenis korban ini menggarisbawahi bahwa pemulihan tidak hanya menyangkut penghapusan dosa, tetapi juga pemulihan hubungan yang utuh dan harmonis dengan Tuhan, yang ditandai dengan kedamaian dan keselamatan.

Dalam dunia modern, kita mungkin tidak lagi melakukan persembahan korban secara fisik seperti yang dijelaskan dalam Kitab Tawarikh. Namun, prinsip-prinsip di balik persembahan tersebut tetap relevan. Kerendahan hati, pengakuan dosa, pertobatan, dan keinginan untuk hidup taat kepada Tuhan adalah fondasi dari hubungan yang dipulihkan dengan Tuhan. Persembahan yang paling berharga di mata Tuhan adalah hati yang hancur dan bertobat (Mazmur 51:17). 1 Tawarikh 7:23 mengingatkan kita bahwa Tuhan selalu membuka jalan bagi pemulihan, asalkan kita mau mendekat kepada-Nya dengan iman dan penyerahan diri.

Ayat ini juga menekankan pentingnya sebuah kepemimpinan yang saleh. Hizkia, sebagai raja, mengambil inisiatif untuk memulihkan praktik ibadah yang benar. Ini menunjukkan bahwa pemimpin memiliki peran penting dalam membimbing umat menuju jalan yang benar dan mengingatkan mereka akan janji-janji Tuhan. Melalui tindakannya, Hizkia memberikan teladan tentang bagaimana memulihkan kesetiaan kepada Tuhan dan pada akhirnya, memulihkan berkat dan perlindungan Tuhan bagi bangsanya. Kisah ini adalah pengingat abadi bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan umat-Nya dan selalu menyediakan jalan untuk kembali kepada-Nya.

Untuk studi lebih lanjut, Anda dapat membaca konteks yang lebih luas di 2 Tawarikh pasal 29-31, yang merinci reformasi yang dilakukan oleh Raja Hizkia. Ayat ini menawarkan perspektif yang kaya tentang iman, penebusan, dan kebaikan Tuhan yang kekal.