"Kemudian ia (Yehu) berangkat dari sana dan bertemu dengan Yonadab bin Rekhab yang sedang datang menyongsong dia. Ia memberi salam kepadanya, lalu berkata kepadanya: "Tulus hatikah engkau kepadaku seperti aku tulus hati kepadamu?" Jawab Yonadab: "Tulus hati." Maka kata Yehu: "Jika demikian, berikanlah tangan kananmu!" Lalu Yonadab memberikan tangan kanannya, dan Yehu menyuruhnya naik ke sampingnya di keretanya."
Ayat ini berasal dari kitab 2 Raja-raja pasal 10, ayat 12, yang menggambarkan salah satu momen penting dalam pemerintahan Yehu sebagai raja Israel. Yehu dikenal sebagai sosok yang radikal dalam membasmi penyembahan berhala Baal di kerajaannya, sebuah tindakan yang diperintahkan oleh Allah melalui Nabi Elia. Kisah ini berfokus pada bagaimana Yehu, setelah menyingkirkan musuh-musuh utamanya, bertemu dengan Yonadab bin Rekhab, seorang tokoh yang kemudian menjadi sekutu penting dalam restrukturisasi agama di Israel.
Pemerintahan Yehu adalah periode transformatif bagi Israel. Ia diurapi menjadi raja dengan misi khusus untuk menghukum keluarga Ahab yang telah membawa penyembahan kepada Baal ke dalam masyarakat Israel. Yehu melaksanakan tugasnya dengan tangan besi, membunuh raja Yoram dari Israel dan Ahazia dari Yehuda, serta memusnahkan semua pendeta Baal di Samaria. Tindakan ini menandai akhir dari pengaruh besar penyembahan berhala yang telah merusak spiritualitas bangsa Israel selama beberapa waktu.
Pertemuan dengan Yonadab bin Rekhab terjadi setelah Yehu menyelesaikan sebagian besar dari tugas pembasmiannya. Yonadab digambarkan sebagai seorang yang tulus hati, yang kesetiaannya diuji oleh Yehu. Pertanyaan Yehu, "Tulus hatikah engkau kepadaku seperti aku tulus hati kepadamu?" menunjukkan bahwa Yehu sedang mencari sekutu yang dapat dipercaya untuk melanjutkan visinya. Jawaban tegas Yonadab, "Tulus hati," diikuti dengan gerakan pemberian tangan kanan sebagai tanda kesepakatan dan kepercayaan, mengukuhkan hubungan mereka. Yehu kemudian mengajak Yonadab naik ke keretanya, sebuah gestur kehormatan dan penunjukkan bahwa Yonadab kini memiliki posisi yang signifikan di sisinya.
Yonadab bin Rekhab adalah pemimpin kaum Rekhab, sebuah suku nomaden yang terkenal dengan gaya hidup mereka yang sederhana dan kepatuhan pada tradisi yang memisahkan diri dari kemewahan dan kebiasaan bangsa lain. Mereka hidup dalam tenda dan menolak untuk minum anggur, mematuhi perintah leluhur mereka. Kesederhanaan dan kesetiaan Yonadab pada prinsip-prinsipnya menjadikannya sosok yang ideal untuk mendukung program reformasi Yehu yang bertujuan mengembalikan Israel kepada ketaatan kepada Allah yang sejati.
Melalui pertemuan ini, Yehu mendapatkan dukungan dari seorang pemimpin yang berpengaruh di kalangan bangsanya, yang kesetiaannya tidak diragukan. Ini sangat penting bagi Yehu untuk mengkonsolidasikan kekuasaannya dan memastikan bahwa reformasi agama yang ia lakukan diterima dengan baik oleh masyarakat. Kehadiran Yonadab di sampingnya menunjukkan kepada orang banyak bahwa perubahan yang dibawa Yehu didukung oleh tokoh-tokoh yang dihormati.
Kisah dalam 2 Raja-raja 10:12 lebih dari sekadar catatan sejarah. Ia mengajarkan pentingnya kesetiaan, integritas, dan pemilihan sekutu yang tepat dalam menjalankan tugas yang besar. Yehu, meskipun metodenya keras, berusaha mengembalikan bangsa Israel kepada Allah yang benar. Kesediaan Yonadab untuk bergabung dalam visi tersebut menunjukkan bagaimana individu yang memiliki komitmen teguh dapat berkontribusi pada pembaruan spiritual dan moral suatu bangsa. Kisah ini mengingatkan kita bahwa kepemimpinan yang kuat seringkali membutuhkan dukungan dari orang-orang yang memiliki nilai-nilai yang sama dan siap untuk berjuang demi kebenaran.