"Seluruh rakyat Yehuda mengambil Azarya, yang berumur enam belas tahun, dan menjadikannya raja menggantikan ayahnya, Amazia."
Ayat singkat dari Kitab 2 Raja-Raja pasal 14, ayat 21, ini membuka pintu untuk memahami salah satu momen penting dalam sejarah Kerajaan Yehuda. Ayat ini memperkenalkan kita pada sosok Azarya, seorang raja muda yang naik takhta di usia yang sangat belia, yaitu enam belas tahun. Peralihan kekuasaan ini terjadi setelah masa pemerintahan ayahnya, Amazia. Meskipun ayat ini hanya sekilas menyebutkan perpindahan tahta, ia mengindikasikan stabilitas dan kelangsungan dinasti di Yehuda pada masa itu, di mana rakyat memiliki peran dalam pengangkatan raja baru.
Azarya, yang juga dikenal dengan nama Uzia, kemudian memimpin Yehuda selama 52 tahun. Ini adalah masa pemerintahan terlama kedua dalam sejarah raja-raja Yehuda, setelah raja Hizkia. Kepemimpinan Azarya ditandai dengan periode kemakmuran dan kekuatan militer yang signifikan. Di bawah pemerintahannya, Yehuda berkembang pesat. Ia tidak hanya memperkuat kota Yerusalem dengan membangun menara dan tembok yang kokoh, tetapi juga mengembangkan sektor pertanian dan peternakan. Sumber daya alam Yehuda dieksploitasi secara efektif, menghasilkan kekayaan yang melimpah bagi kerajaan.
Ilustrasi simbolis dari kemakmuran dan pembangunan di bawah pemerintahan raja yang bijaksana.
Secara rohani, masa pemerintahan Azarya juga dicatat dalam Kitab Suci. Ia digambarkan sebagai raja yang "melakukan apa yang benar di mata TUHAN" (2 Raja-Raja 15:3). Ini adalah pujian yang signifikan, terutama mengingat banyak raja Israel dan Yehuda yang menyimpang dari jalan Tuhan. Azarya berusaha untuk memberantas praktik penyembahan berhala yang mungkin masih tersisa di wilayahnya dan mendorong umat untuk kembali kepada ketaatan kepada Allah. Ia juga memperhatikan pembangunan tempat-tempat ibadah dan memperkuat sistem keagamaan di Yehuda.
Namun, seperti banyak pemimpin dalam sejarah, perjalanan Azarya tidak luput dari cobaan. Di akhir masa pemerintahannya, ia tertimpa penyakit kusta yang parah. Kondisi ini memaksanya untuk mengasingkan diri dan menyerahkan sebagian besar urusan pemerintahan kepada putranya, Yotam. Tragedi pribadi ini menjadi pengingat akan kerapuhan manusia, bahkan bagi mereka yang telah memimpin dengan baik selama bertahun-tahun. Meskipun demikian, warisan Azarya sebagai raja yang membawa kemakmuran dan berusaha untuk taat kepada Tuhan tetap tercatat dalam sejarah Yehuda. Ayat 2 Raja-Raja 14:21 menjadi pintu gerbang untuk menggali kisah kepemimpinan, kemakmuran, dan tantangan iman yang dihadapi oleh Raja Azarya.