"Karena Achez sudah dua puluh tahun umurnya pada waktu ia menjadi raja dan ia memerintah enam belas tahun di Yerusalem."
Ayat ini berasal dari kitab 2 Raja-raja, sebuah catatan sejarah penting mengenai kerajaan Israel dan Yehuda. Pasal 16 fokus pada pemerintahan Achez, raja Yehuda. Ayat 2 memberikan informasi dasar mengenai usianya saat naik takhta dan lamanya masa pemerintahannya. Meskipun terdengar seperti statistik belaka, angka-angka ini memberikan konteks penting untuk memahami perjalanan spiritual dan politik raja tersebut, serta dampaknya terhadap bangsanya. Achez memerintah di Yerusalem, pusat keagamaan dan politik kerajaan Yehuda, menjadikannya figur yang sangat berpengaruh.
Periode pemerintahan Achez adalah masa yang penuh gejolak. Sejarah mencatatnya sebagai seorang raja yang menyimpang dari ajaran TUHAN. Ia melakukan praktik-praktik yang dilarang, termasuk mempersembahkan anak-anaknya dalam api dan menyembah dewa-dewa asing. Keputusan-keputusan ini tidak hanya merusak tatanan moral dan spiritual bangsanya, tetapi juga menarik murka ilahi. Para nabi pada masa itu, seperti Yesaya, seringkali menghadapi raja seperti Achez, mencoba mengembalikannya ke jalan yang benar, namun seringkali sia-sia.
Masa pemerintahan Achez (enam belas tahun) adalah periode yang singkat namun penuh dengan konsekuensi besar. Ia menghadapi tekanan dari kerajaan-kerajaan tetangga, terutama dari koalisi Aram dan Israel Utara yang ingin menggulingkannya. Namun, alih-alih bersandar pada TUHAN, Achez justru mencari bantuan dari Asyur, sebuah imperium yang kuat namun kejam. Tindakan ini adalah titik balik yang sangat merusak bagi Yehuda, membuka pintu bagi intervensi asing yang lebih dalam dan akhirnya mengarah pada kehancuran di masa depan.
Pelajaran utama dari kisah Achez, seperti yang disajikan dalam 2 Raja-raja 16:2, adalah pentingnya kepemimpinan yang takut akan TUHAN. Usia yang muda saat naik takhta tidak menjamin kebijaksanaan, dan masa pemerintahan yang panjang pun tidak berarti keberhasilan jika landasannya salah. Sejarah Achez menjadi pengingat bahwa pilihan pribadi seorang pemimpin memiliki dampak yang luas bagi seluruh bangsa. Kebijakan yang diambil, baik dalam urusan agama maupun politik, haruslah berakar pada kesetiaan kepada Allah, bukan pada ambisi duniawi atau ketakutan.
Meskipun catatan tentang Achez sebagian besar bernada negatif, kisah ini juga menegaskan keadilan ilahi. TUHAN tidak pernah meninggalkan umat-Nya tanpa peringatan, dan nabi-nabi-Nya terus bersuara. Kisah ini mengajarkan kita untuk selalu mencari hikmat dari Firman Tuhan dalam setiap keputusan, baik dalam skala pribadi maupun dalam kepemimpinan, agar kita tidak mengikuti jejak para raja yang gagal karena berpaling dari jalan kebenaran.