Ayat 2 Raja-Raja 20:3 mencatat momen krusial dalam kehidupan Raja Hizkia, seorang penguasa Yehuda yang dikenal karena kesetiaannya kepada TUHAN. Ketika kabar kematian datang begitu dekat, Hizkia tidak tenggelam dalam keputusasaan. Sebaliknya, ia mengangkat doanya kepada Sang Pencipta, memohon agar ingat akan segala kebaikan yang telah dilakukannya. Kata-kata Hizkia bukan sekadar ratapan, melainkan sebuah pernyataan iman dan pengingat akan integritas hidupnya di hadapan Tuhan.
Ungkapan "aku telah hidup setia dan dengan hati tulus di hadapan-Mu" menunjukkan pemahaman Hizkia tentang pentingnya hubungan pribadi dengan Tuhan. Kesetiaan di sini bukan hanya ketaatan pada hukum, tetapi juga ketulusan hati yang mendorong setiap tindakan. Ia berusaha untuk hidup sesuai dengan kehendak Tuhan, bukan karena terpaksa, tetapi karena keyakinan yang mendalam. Ini adalah inti dari kehidupan beriman yang sejati: bertekun dalam kasih dan kejujuran di hadapan Allah, terlepas dari segala situasi.
Dalam konteks sejarah, Hizkia memerintah pada masa-masa yang penuh gejolak, di mana bangsa Israel sering kali tergoda untuk berpaling kepada ilah-ilah lain. Namun, Hizkia justru berusaha mengembalikan umatnya kepada penyembahan yang benar kepada TUHAN. Ia membongkar mezbah-mezbah berhala, membersihkan Bait Suci, dan mendorong rakyatnya untuk kembali kepada ajaran TUHAN. Upayanya ini mencerminkan semangat pemulihan spiritual yang ia emban.
Permohonan Hizkia juga menunjukkan kesadaran bahwa hidup ini penuh dengan ketidakpastian. Penyakit yang menyerangnya adalah pengingat brutal akan kerapuhan eksistensi manusia. Namun, justru di saat terlemah inilah imannya dikuatkan. Doanya adalah gambaran tentang bagaimana, bahkan di ambang kematian, seseorang dapat mencari penghiburan dan pertolongan dari sumber ilahi.
Tuhan mendengar doa Hizkia. Sebagai respons atas kesetiaan dan doa tulusnya, Tuhan menambahkan lima belas tahun lagi pada hidupnya, dan juga menyelamatkan Yehuda dari ancaman invasi Asyur. Kisah Hizkia dalam pasal ini mengajarkan kita bahwa Tuhan tidak pernah mengabaikan mereka yang mencari-Nya dengan tulus dan hidup dalam ketaatan. Tindakan Hizkia yang memohon dan mengingatkan Tuhan akan hidupnya yang setia adalah teladan bagi kita untuk terus berjuang menjalani hidup yang berkenan di hadapan-Nya, serta memiliki iman yang teguh saat menghadapi tantangan hidup, bahkan hingga akhir.
Setiap individu, seperti Hizkia, memiliki kesempatan untuk menilik kembali perjalanan hidupnya. Apakah kita telah berjalan dalam kesetiaan dan ketulusan di hadapan Tuhan? Refleksi diri ini menjadi penting untuk memperkuat iman kita dan memastikan bahwa hidup kita berlabuh pada prinsip-prinsip ilahi. Kisah 2 Raja-Raja 20:3 adalah pengingat abadi tentang kuasa doa yang tulus dan berkat yang menyertai kesetiaan kepada Tuhan.