Ayat ini merujuk pada peristiwa penting dalam sejarah Kerajaan Yehuda, khususnya pada masa pemerintahan Raja Manasye. Manasye adalah salah satu raja yang paling jahat yang pernah memerintah Yerusalem. Pemerintahannya ditandai dengan praktik-praktik keagamaan yang menyimpang, penyembahan berhala, bahkan hingga pengorbanan anak-anaknya kepada dewa-dewa asing. Tindakan-tindakan ini merupakan pelanggaran serius terhadap perjanjian yang dibuat oleh Allah dengan umat-Nya, dan secara fundamental menentang ajaran serta hukum Taurat yang diberikan melalui Musa.
Firman Tuhan dalam Kitab 2 Raja-raja mencatat dengan rinci dosa-dosa Manasye. Ia mendirikan mezbah-mezbah untuk Baal, membuat patung Asyera, menyembah seluruh pasukan langit, dan bahkan menempatkan patung dewa asing di dalam Bait Suci yang kudus itu sendiri. Hal-hal ini tentu saja mendatangkan murka Allah yang besar atas umat-Nya. Konsekuensinya tidak dapat dihindari, dan kehancuran serta pembuangan menjadi ancaman yang nyata.
Ayat 17 dari pasal 21 ini, "Bukankah ia dan anak-anaknya dan hartanya telah dihalaukan dari hadapan TUHAN?", adalah semacam kesimpulan yang pahit atas perbuatan Manasye. Meskipun ayat ini mungkin merujuk pada penangkapan dan pembuangan Manasye ke Babel oleh raja Asiria, atau lebih luas lagi merujuk pada nasib buruk yang menimpa keluarganya dan kerajaannya akibat dosa-dosanya, intinya adalah tentang akibat dari berpaling dari Tuhan. Ketika seseorang atau sebuah bangsa memilih jalan kesesatan dan mengabaikan kehendak Allah, mereka akan kehilangan berkat dan perlindungan Ilahi.
Implikasi dari ayat ini sangat mendalam. Ini mengajarkan bahwa tidak ada kekuasaan, kekayaan, atau kedudukan yang dapat melindungi seseorang dari konsekuensi tindakan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip kebenaran dan kekudusan Tuhan. Harta benda, anak cucu, dan bahkan kehidupan itu sendiri bisa menjadi tidak berarti jika telah terlepas dari hadirat dan perkenanan Tuhan. Kejatuhan Manasye menjadi sebuah peringatan keras bagi semua generasi: ketaatan kepada Allah membawa kehidupan dan berkat, sementara ketidaktaatan membawa kehancuran dan keterasingan.
Penting untuk dicatat bahwa kitab suci juga mencatat adanya pertobatan Manasye di kemudian hari, yang membawa sedikit kelegaan bagi bangsa itu. Namun, kerusakan yang telah terjadi begitu dalam sehingga dampaknya terasa hingga generasi-generasi mendatang. Kisah Manasye dan ayat 2 Raja-raja 21:17 menjadi pengingat abadi tentang pentingnya memilih jalan yang benar, menjauhi segala bentuk penyembahan berhala modern—baik itu materiisme, keserakahan, maupun kebanggaan diri—dan tetap setia pada Tuhan dalam segala aspek kehidupan. Kita dipanggil untuk hidup dalam terang-Nya, bukan dalam bayang-bayang kegelapan kesesatan.
Untuk memahami lebih lanjut konteks sejarah dan teologis, Anda dapat merujuk pada Kitab 2 Raja-raja pasal 21.