Simbol pengajaran dan pemulihan
Ayat yang kita bahas ini berasal dari Kitab 2 Raja-raja pasal 4, sebuah kisah yang penuh dengan keajaiban dan intervensi ilahi. Peristiwa ini berfokus pada seorang perempuan dari kota Sunem yang menunjukkan keramahan luar biasa kepada Nabi Elisa. Perempuan ini tidak memiliki anak, dan bersama suaminya, ia menyiapkan ruangan khusus di rumah mereka untuk Elisa setiap kali sang nabi melewati daerah tersebut. Sebagai balasan atas kebaikan hati mereka, Elisa bernazar bahwa mereka akan memiliki anak. Tak lama kemudian, nazarnya terkabul, dan mereka dianugerahi seorang putra.
Namun, sukacita mereka tidak berlangsung lama. Suatu hari, ketika anak laki-laki itu sedang berada di ladang bersama ayahnya, ia tiba-tiba mengeluh sakit kepala dan kemudian pingsan. Ia dibawa pulang oleh pelayannya dan meninggal di pangkuan ibunya pada tengah hari. Dalam budaya kuno, kematian anak adalah pukulan yang sangat berat, terlebih lagi bagi keluarga yang menantikannya sekian lama. Beban duka ini sangat menghancurkan hati ibu tersebut.
Bagian paling menarik dan menakjubkan dari kisah ini adalah respons ibu Sunem terhadap kematian putranya. Ketika suaminya bertanya apakah ia baik-baik saja, ia menjawab dengan kalimat yang penuh keteguhan dan iman: "Baik-baik saja." Ia kemudian segera meminta seorang pelayan untuk menemaninya dan menyiapkan seekor keledai untuk mengantarnya pergi menemui Nabi Elisa di Gunung Karmel. Ini adalah perjalanan yang tidak singkat, namun dengan hati yang dipenuhi tekad, ia pergi tanpa memberitahu suaminya tentang apa yang sebenarnya terjadi.
Ketika Elisa melihatnya datang dari jauh, ia mengirim Gehazi untuk menanyakan keadaannya. Namun, ibu Sunem menolak untuk menjelaskan situasinya kepada Gehazi. Ia hanya berkata, "Baik-baik saja." Tujuannya adalah untuk berbicara langsung dengan Elisa. Setibanya di hadapan Elisa, ia mencengkeram kaki Elisa dan mengungkapkan kesedihan yang mendalam: "Bukankah aku memohon seorang anak laki-laki dari TUHAN? Bukankah aku berkata: Jangan tipu aku?" Perkataan ini, meskipun diucapkan dalam kesedihan, menunjukkan pengakuan atas kekuasaan Tuhan yang telah memberikannya anak.
Kutipan "Tetapi ibu anak itu melihatnya, lalu ia memalingkan mukanya dari anak itu dan ia berkata dalam hatinya: "Betapapun ia menangis, aku tidak akan memberinya makan."" mungkin terdengar kontradiktif dengan kisah di atas. Penting untuk dicatat bahwa ayat ini sering kali merupakan bagian dari narasi yang lebih luas, dan dalam konteks 2 Raja-raja 4, ayat tersebut sebenarnya merujuk pada upaya Elisa untuk menguji kesabaran dan keteguhan iman ibu tersebut sebelum ia melakukan mukjizat pemulihan. Elisa pada awalnya tampaknya menunda responsnya, mungkin untuk melihat sejauh mana ibu itu akan bertahan dalam imannya dan kesulitannya.
Namun, dalam pemahaman yang lebih umum dari narasi ini, fokus utama adalah pada keteguhan iman seorang ibu yang menghadapi tragedi yang tak terbayangkan. Ia menolak untuk menyerah pada keputusasaan. Alih-alih membiarkan kesedihan menguasainya, ia mencari pertolongan dari Tuhan melalui nabi-Nya. Kisah ini mengajarkan kita tentang kekuatan doa, kesabaran dalam menghadapi ujian, dan bagaimana Tuhan sering kali bekerja melalui situasi yang paling sulit untuk menunjukkan kemuliaan-Nya. Kehidupan orang saleh sering kali diuji, tetapi iman yang teguh akan membawa mereka pada pemulihan dan kemenangan yang luar biasa.