"Dan ia terus berbicara kepada orang-orang itu, katanya: 'Beginilah firman TUHAN: Aku telah menetapkan engkau menjadi raja atas orang Israel. Sekarang, pergilah dan bunuhlah seluruh kaum keluarga Ahab, sehingga Aku membalas kejahatan keluarga Izebel di mata-Ku.'"
Ayat dari kitab 2 Raja-Raja 9:18 membawa kita ke momen krusial dalam sejarah Israel, sebuah titik balik yang diwarnai oleh takdir, hukuman ilahi, dan pemberontakan. Narasi ini berpusat pada peristiwa yang terjadi di kota Yizreel, sebuah lokasi yang sering menjadi saksi peristiwa penting dan seringkali tragis dalam kitab para raja. Ayat ini bukanlah sekadar pengakuan atau peringatan; ini adalah perintah langsung yang diucapkan oleh seorang nabi (yang sering diasosiasikan dengan Yehu) kepada para komandan pasukan Israel yang sedang dalam perjalanan. Perintah ini menyiratkan adanya pengurapan dan mandat ilahi untuk bertindak, menandai dimulainya sebuah revolusi yang akan menggulingkan dinasti yang berkuasa.
Inti dari pesan ini adalah pemberlakuan keadilan ilahi. Allah telah lama menyaksikan kejahatan yang dilakukan oleh keluarga Ahab, terutama terkait dengan dosa dan kekejaman yang dilakukan oleh Izebel. Penindasan terhadap orang-orang yang tidak bersalah, penyembahan berhala, dan penolakan terhadap kehendak Allah telah mencapai puncaknya. Ayat ini menegaskan bahwa Allah tidak tinggal diam terhadap kejahatan. Ada saatnya ketika kesabaran ilahi berakhir, dan hukuman harus dilaksanakan. Perintah yang diberikan kepada komandan ini adalah wujud dari murka Allah yang adil terhadap dosa yang berkelanjutan.
Kata-kata "Aku telah menetapkan engkau menjadi raja atas orang Israel" menunjukkan bahwa tindakan yang akan diambil bukanlah sekadar kudeta militer biasa. Ada campur tangan ilahi yang lebih dalam. Allah yang memilih dan menetapkan, bukan hanya seorang pemimpin militer yang ambisius. Hal ini memberikan legitimasi ilahi pada pemberontakan tersebut, mengubahnya dari sebuah tindakan pemberontakan politik menjadi pelaksanaan kehendak Tuhan. Ini adalah pelajaran penting tentang bagaimana Allah terkadang menggunakan orang-orang biasa, bahkan dalam konteks yang tampaknya kacau, untuk mewujudkan rencana-Nya yang lebih besar.
Fokus pada "seluruh kaum keluarga Ahab" dan "balas kejahatan keluarga Izebel" menggarisbawahi sifat penghakiman yang menyeluruh. Ini bukan tentang mengganti satu raja dengan raja lain, tetapi tentang membersihkan seluruh garis keturunan yang telah berkompromi dengan kejahatan dan penyembahan berhala. Keadilan ilahi harus ditegakkan secara tuntas untuk mengembalikan kesetiaan bangsa kepada satu-satunya Tuhan yang benar. Lokasi "Yizreel" sendiri memiliki konotasi historis yang kuat, seringkali terkait dengan tindakan kekerasan dan perubahan politik. Dalam konteks ini, Yizreel menjadi panggung di mana penghakiman ilahi akan diumumkan dan dilaksanakan.
Perikop 2 Raja-Raja 9:18 adalah pengingat yang kuat bahwa Allah peduli tentang keadilan dan kekudusan. Ia akan bertindak terhadap kejahatan, baik secara individu maupun kolektif. Pesan pemberontakan yang disampaikan di Yizreel ini bukan hanya cerita sejarah kuno, tetapi juga mencerminkan prinsip-prinsip ilahi yang relevan sepanjang masa. Hukuman terhadap keluarga Ahab menjadi contoh peringatan bagi semua pemimpin dan bangsa, menekankan pentingnya kesetiaan kepada Allah dan penolakan terhadap segala bentuk kejahatan. Pesan ini terus bergema, mengingatkan kita akan kedaulatan Allah atas sejarah manusia dan ketegasan-Nya dalam menegakkan keadilan.