Sesudah Rehobam menetap kokoh dalam kedudukannya sebagai raja dan menguatkan dirinya, ia meninggalkan hukum TUHAN, dan seluruh orang Israel bersama dia.
Ilustrasi visual tema kekuasaan yang diabaikan
Ayat 2 Tawarikh 12:1 menceritakan sebuah titik balik krusial dalam sejarah Kerajaan Yehuda, yaitu ketika Raja Rehobam, cucu dari Raja Salomo yang terkenal bijaksana, mulai menyimpang dari jalan Tuhan. Setelah ia mengukuhkan kekuasaannya di Yerusalem dan menguatkan posisinya sebagai raja, ia membuat pilihan yang sangat menentukan nasib kerajaannya. Alih-alih berpegang teguh pada hukum dan perintah Tuhan, yang merupakan fondasi penting bagi kemakmuran dan keadilan bangsa Israel, Rehobam memilih untuk meninggalkan ajaran-Nya.
Keputusan ini bukanlah keputusan pribadi semata. Ayat tersebut menegaskan bahwa "seluruh orang Israel bersama dia" ikut serta dalam kesesatan ini. Ini menunjukkan betapa besar pengaruh seorang pemimpin dalam mengarahkan bangsanya. Ketika raja dan para pengikutnya bersama-sama meninggalkan prinsip-prinsip ilahi, konsekuensinya bisa sangat menghancurkan. Ini adalah peringatan keras bagi setiap pemimpin, baik dalam skala negara maupun dalam skala yang lebih kecil, mengenai tanggung jawab moral dan spiritual yang mereka emban.
Jauh sebelum ini, ayah Rehobam, Salomo, pada masa tuanya juga pernah berpaling dari Tuhan karena pengaruh istri-istrinya yang asing. Namun, Rehobam tampaknya tidak belajar dari kesalahan ayahnya. Ia seharusnya mencontoh kakeknya, Daud, yang meskipun memiliki kekurangan, dikenal sebagai raja yang berhati sesuai dengan hati Tuhan. Sebaliknya, Rehobam justru menempuh jalan yang berbeda, jalan yang pada akhirnya akan membawa malapetaka bagi kerajaannya.
Perikop ini menggarisbawahi pentingnya ketaatan kepada Tuhan dalam segala aspek kehidupan, terutama bagi mereka yang memegang tampuk kekuasaan. Meninggalkan hukum Tuhan bukanlah sekadar pelanggaran kecil, melainkan penolakan terhadap sumber kebijaksanaan, keadilan, dan perlindungan tertinggi. Hal ini membuka pintu bagi berbagai macam masalah, mulai dari kekacauan internal hingga serangan dari musuh luar. Kisah Rehobam menjadi pelajaran abadi tentang konsekuensi dari kesombongan rohani dan pengabaian terhadap prinsip-prinsip kekal yang menopang setiap tatanan masyarakat yang sehat dan diberkati. Kejatuhan Rehobam adalah pengingat bahwa kemakmuran sejati tidak dapat dicapai dengan mengabaikan Sang Sumber kemakmuran itu sendiri.
Dalam konteks yang lebih luas, ayat ini mengundang refleksi tentang hubungan antara kepemimpinan dan spiritualitas. Kebaikan dan keadilan yang tertanam dalam hukum Tuhan seharusnya menjadi panduan utama bagi setiap penguasa. Ketika prinsip-prinsip ini diabaikan, meskipun kekuasaan terlihat kokoh di permukaan, keruntuhan seringkali tidak terhindarkan. Ini adalah kisah tentang bagaimana kesesatan seorang pemimpin dapat merembet dan mempengaruhi seluruh bangsanya, membawa mereka pada jalan yang penuh bahaya dan penyesalan.