2 Tawarikh 24 10: Kekuatan Persembahan yang Tulus

"Dan sesungguhnya, setiap kali raja dan imam besar melihat kekayaan yang banyak dibawa ke rumah TUHAN, maka imam-imam besar dan pengawal-pengawal mengumpulkan segala uang dan surat-surat berharga yang didapati mereka, lalu mereka mengeluarkannya kembali."

Ayat ini, yang terambil dari Kitab 2 Tawarikh pasal 24 ayat 10, membuka jendela ke dalam salah satu periode krusial dalam sejarah Israel, khususnya pada masa pemerintahan Raja Yoas. Kisah ini bukan sekadar catatan sejarah, melainkan sebuah pelajaran mendalam mengenai pentingnya kesetiaan, tanggung jawab, dan cara kita memperlakukan pemberian kepada Tuhan. Ayat ini mencerminkan momen ketika hati bangsa Israel, melalui perwakilan raja dan para pemimpin rohaninya, mulai mengalihkan fokusnya dari ibadah yang tulus kepada pengelolaan harta benda.

Pada mulanya, Yoas memerintah dengan baik di bawah bimbingan Imam besar Yoyada. Namun, setelah Yoyada meninggal, dan pengaruhnya memudar, Yoas bersama para pembesarnya mulai menyimpang dari jalan Tuhan. Mereka telah mengabaikan pemeliharaan Rumah Tuhan, yang merupakan pusat penyembahan dan persekutuan dengan Allah. Menyadari kerusakan yang terjadi, Yoas memerintahkan pemulihan Bait Suci dan pengumpulan dana yang besar untuk biaya perbaikan. Ini adalah langkah yang terpuji, menunjukkan kesadaran akan kewajiban mereka.

Namun, yang menarik dari ayat 10 adalah respons terhadap pengumpulan kekayaan tersebut. Dikatakan bahwa "setiap kali raja dan imam besar melihat kekayaan yang banyak dibawa ke rumah TUHAN, maka imam-imam besar dan pengawal-pengawal mengumpulkan segala uang dan surat-surat berharga yang didapati mereka, lalu mereka mengeluarkannya kembali." Frasa "mengeluarkannya kembali" ini bisa diinterpretasikan dalam beberapa cara. Salah satu penafsiran yang paling kuat adalah bahwa kekayaan yang dikumpulkan itu ternyata tidak digunakan sebagaimana mestinya. Ada kemungkinan dana tersebut dialihkan untuk kepentingan pribadi para pemimpin, atau bahkan tidak sepenuhnya dipersembahkan secara tulus kepada Tuhan.

Ini adalah sebuah peringatan yang relevan bagi kita di masa kini. Seringkali, kita merasa telah memberikan sesuatu kepada Tuhan – baik itu waktu, tenaga, atau materi. Namun, bagaimana kualitas dari persembahan itu? Apakah itu dilakukan dengan hati yang penuh syukur dan ketulusan, atau hanya sekadar formalitas belaka? Ayat ini mengajarkan bahwa keberlimpahan materi yang diberikan kepada Tuhan haruslah disertai dengan integritas dan kejujuran dalam pengelolaannya. Ketika uang dan sumber daya kita dikumpulkan atas nama Tuhan, seharusnya itu sepenuhnya dikembalikan kepada-Nya, baik melalui pelayanan, persembahan, maupun penggunaan yang memuliakan nama-Nya.

Kisah Yoas, meskipun berakhir dengan teguran dan kehancuran, memberikan pelajaran berharga. Kehancuran Bait Suci dan penjarahan harta benda adalah konsekuensi dari pengabaian terhadap prinsip-prinsip ilahi. Sebaliknya, ketika hati kita tulus dalam memberi, Tuhan berjanji akan memberkati. Persembahan yang tulus, meskipun kecil, jauh lebih berharga di mata Tuhan daripada persembahan yang besar namun dilakukan dengan hati yang tidak jujur atau motivasi yang keliru. Mari kita renungkan bagaimana kita mempersembahkan diri dan segala yang kita miliki kepada Tuhan, agar apa yang kita berikan benar-benar sampai kepada-Nya dan digunakan untuk kemuliaan nama-Nya. Ketulusan dan kejujuran dalam memberi adalah kunci untuk menerima berkat Tuhan yang sejati.