Amsal 28:28

"Karena orang fasik merasa berkuasa, maka orang hina ada di mana-mana."

Keadilan Membawa Ketenangan Keberadaan orang baik menuntun pada pemulihan.
Ilustrasi visual tentang keseimbangan dan kebaikan

Ketenangan dalam Kebenaran Ilahi

Kitab Amsal, sebuah kumpulan hikmat kuno, sering kali menyajikan perbandingan kontras antara jalan orang benar dan orang fasik. Ayat 28 dari pasal 28 ini, "Karena orang fasik merasa berkuasa, maka orang hina ada di mana-mana," memberikan sebuah pandangan yang tajam tentang dampak kehadiran kejahatan dan ketidakadilan dalam sebuah masyarakat. Kata "merasa berkuasa" mengindikasikan sebuah penipuan diri atau ilusi kekuatan yang dimiliki orang fasik. Mereka mungkin terlihat memegang kendali, namun kekuasaan ini rapuh dan dibangun di atas fondasi yang tidak kokoh.

Implikasinya, ketika orang fasik merasa memiliki kekuatan, realitasnya adalah bahwa "orang hina" atau yang rendah martabatnya, yang bisa diartikan sebagai orang yang tidak memiliki nilai moral atau spiritual, justru akan semakin merajalela. Ini bukan hanya tentang kekuasaan politik atau sosial, tetapi juga tentang moralitas yang terkikis. Di mana keadilan dan kebenaran diabaikan, di situlah kehinaan dan kemerosotan nilai-nilai luhur akan berkembang biak. Kehadiran orang fasik yang merasa berkuasa sering kali menciptakan iklim ketakutan, ketidakpastian, dan ketidakamanan bagi mereka yang berusaha hidup jujur dan benar.

Namun, Amsal tidak berhenti pada deskripsi masalah. Hikmat ilahi selalu menawarkan solusi dan harapan. Ayat-ayat lain dalam Amsal sering kali menyoroti bahwa jalan orang benar, meskipun mungkin tampak sulit dan tidak populer pada awalnya, pada akhirnya akan membawa kepada ketenangan, keberuntungan, dan berkat. Sebaliknya, kekuasaan yang diperoleh melalui cara-cara yang fasik akan hancur dan berakhir dengan kehinaan.

Memahami Amsal 28:28 dalam konteks modern dapat memberikan kita perspektif penting. Ketika kita melihat berita tentang korupsi yang merajalela, ketidakadilan yang terus berlanjut, atau moralitas yang semakin menurun, ayat ini mengingatkan kita bahwa ini adalah konsekuensi dari kejahatan yang dibiarkan tumbuh. Namun, di sisi lain, ayat ini juga mendorong kita untuk tidak putus asa. Ada kekuatan yang lebih besar dan lebih abadi daripada kekuasaan orang fasik, yaitu kekuasaan kebenaran dan keadilan ilahi.

Sebagai individu, kita dipanggil untuk menjadi agen kebenaran, bahkan di tengah-tengah situasi yang tampak kelam. Dengan memegang teguh prinsip-prinsip moral, hidup dalam integritas, dan memperjuangkan keadilan, kita turut berkontribusi dalam membangun masyarakat yang lebih baik, di mana orang hina tidak lagi merajalela, melainkan kebenaran dan kedamaian yang berkuasa. Ketenangan sejati tidak ditemukan dalam kekuasaan yang diperoleh secara zalim, tetapi dalam ketaatan pada kebenaran ilahi yang abadi.