"Mengapakah Engkau tidak mengampuni kesalahanku dan tidak melenyapkan kesalahanku? Sebab sebentar lagi aku akan terbaring di dalam debu; dan jika Engkau mencari aku, aku tidak ada lagi."
Ayat Ayub 7:21 merupakan ungkapan keputusasaan dan kerinduan mendalam dari Ayub di tengah penderitaannya yang luar biasa. Dalam ayat ini, Ayub berseru kepada Allah, memohon pengampunan atas kesalahannya dan pembersihan dari segala kesalahan. Penderitaan yang dialaminya begitu berat, membuatnya merenungkan kefanaan hidup dan ketidakadaan dirinya di masa depan. Permohonan ini bukan sekadar ucapan kosong, melainkan cerminan dari pergolakan batin yang hebat, sebuah pengakuan akan kerapuhan manusia di hadapan kekudusan Tuhan.
Ayub adalah seorang pria yang saleh, kaya, dan memiliki keluarga bahagia. Namun, hidupnya berubah drastis ketika serangkaian malapetaka menimpanya: kehilangan harta benda, anak-anaknya meninggal, dan tubuhnya diserang penyakit kulit yang mengerikan. Di tengah cobaan ini, teman-temannya datang mengunjunginya, namun alih-alih menghibur, mereka justru menuduh Ayub melakukan dosa tersembunyi yang menyebabkan kemarahan Tuhan. Tuduhan ini semakin memperparah penderitaan Ayub, mendorongnya untuk mempertanyakan keadilan Tuhan dan merenungkan dosanya sendiri.
Dalam konteks ini, seruan Ayub di Ayub 7:21 mencerminkan kerinduannya untuk dibebaskan dari beban dosa, baik yang disadarinya maupun yang tidak. Ia tahu bahwa manusia itu berdosa, dan ia berharap Tuhan yang mahatahu akan melihat dan menghapus kesalahannya. Ia merasa terbebani oleh dosa-dosanya, seolah-olah dosa-dosa itulah yang menjadi akar dari segala penderitaannya. Kerinduan untuk dibersihkan dari dosa adalah kerinduan untuk kembali ke keadaan yang benar di hadapan Tuhan.
Ayub memahami bahwa hidup ini sangat singkat dan fana. Ia menggambarkan dirinya akan segera terbaring di dalam debu, sebuah gambaran yang kuat tentang kematian dan ketidakadaan. Perkataan "jika Engkau mencari aku, aku tidak ada lagi" menunjukkan kesadaran akan betapa cepatnya seseorang bisa menghilang dari muka bumi. Hal ini membuatnya semakin mendesak permohonannya akan pengampunan. Jika waktu hidupnya begitu terbatas, ia ingin menghabiskan sisa waktunya dalam kedamaian dan pemulihan, bukan dalam penderitaan dan rasa bersalah.
Ayat ini mengajarkan kita tentang pentingnya mengakui dan memohon pengampunan atas dosa-dosa kita. Seperti Ayub, kita semua adalah manusia yang berdosa dan membutuhkan kasih karunia Tuhan. Kefanaan hidup seharusnya mendorong kita untuk mencari kedamaian dan rekonsiliasi dengan Sang Pencipta selagi kita masih diberi kesempatan. Pengampunan Tuhan bukan hanya tentang menghapus kesalahan, tetapi juga tentang pemulihan hubungan yang rusak dan memberikan harapan baru. Di tengah badai kehidupan, seruan Ayub mengingatkan kita untuk tidak pernah berhenti mencari wajah Tuhan, memohon pengampunan-Nya, dan merindukan kehadiran-Nya yang memulihkan.