"TUHAN berfirman kepada Musa dan Harun: 'Meskipun kamu tidak percaya kepada-Ku untuk menguduskan Aku di mata orang Israel, sebab itu kamu tidak akan membawa jemaat ini masuk ke negeri yang Kuberikan kepada mereka.'" (Bilangan 20:12)
Ilustrasi visual: Simbol bilangan 20 dan 19 dengan elemen pergerakan.
Kisah yang terbentang dalam Kitab Bilangan seringkali mengisahkan perjalanan panjang bangsa Israel di padang gurun setelah keluar dari perbudakan di Mesir. Perjalanan ini bukan sekadar perpindahan fisik, melainkan sebuah ujian iman yang berkelanjutan. Dalam narasi ini, dua angka, yaitu bilangan 20 dan 19, memegang peranan penting yang saling terkait, menandai fase krusial dalam perjalanan spiritual mereka. Angka 19, seringkali merujuk pada jumlah tahun atau fase sebelum titik kritis tertentu, sementara bilangan 20 menyoroti peristiwa yang memicu konsekuensi signifikan.
Pada pasal bilangan 20, kita menemukan kisah tentang bangsa Israel yang kembali menghadapi masalah kekeringan dan kehausan. Kebutuhan mendesak ini memicu keluhan dan pemberontakan di antara mereka, yang diarahkan kepada Musa dan Harun. Di sini, TUHAN memerintahkan Musa untuk berbicara kepada gunung batu agar mengeluarkan air. Namun, dalam momen kelelahan dan tekanan, Musa memukul gunung batu itu dua kali, bukan berbicara kepadanya seperti yang diperintahkan. Tindakan ini, meskipun menghasilkan air bagi jemaat, dianggap sebagai kegagalan iman yang mendasar.
Ayat yang dikutip di awal artikel ini, "Meskipun kamu tidak percaya kepada-Ku untuk menguduskan Aku di mata orang Israel, sebab itu kamu tidak akan membawa jemaat ini masuk ke negeri yang Kuberikan kepada mereka," menjadi penegasan atas konsekuensi dari ketidakpercayaan Musa dan Harun. Ini adalah momen yang sangat menyedihkan, karena para pemimpin yang telah menuntun umat ini selama bertahun-tahun harus menghadapi kenyataan bahwa mereka tidak akan menginjakkan kaki di Tanah Perjanjian.
Sebelum peristiwa di Kadesh yang tercatat di bilangan 20, terdapat banyak peristiwa lain yang membangun pengalaman Israel. Pasal 19, misalnya, mengisahkan tentang penetapan hukum tentang penyucian dengan abu lembu merah. Hukum ini sangat penting untuk ritual penyucian, memastikan umat dapat mendekat kepada TUHAN dalam kekudusan. Perbedaan antara kedua pasal ini terletak pada fokusnya. Pasal 19 lebih pada penekanan aspek legal dan ritual kekudusan, sementara bilangan 20 menampilkan ujian personal dan kepemimpinan iman di tengah kesulitan.
Namun, keduanya memiliki keterkaitan yang erat. Kehidupan umat Israel senantiasa membutuhkan keseimbangan antara pemahaman akan hukum kekudusan (seperti di pasal 19) dan kemampuan untuk menaruh kepercayaan penuh kepada TUHAN dalam setiap situasi (seperti yang diuji di pasal 20). Kegagalan di pasal 20 menunjukkan bahwa pemahaman ritual saja tidak cukup jika dasar iman kepada TUHAN goyah, terutama bagi para pemimpin.
Kisah tentang bilangan 20 dan 19 mengajarkan kita pelajaran berharga tentang pentingnya iman yang konsisten dan ketaatan yang utuh, bahkan ketika menghadapi kesulitan. Kegagalan para pemimpin di bilangan 20 mengingatkan kita bahwa tidak ada seorang pun yang kebal dari kesalahan, dan pentingnya kerendahan hati untuk senantiasa bersandar pada petunjuk ilahi. Di sisi lain, aturan penyucian di pasal 19 menunjukkan bahwa hubungan yang benar dengan Tuhan selalu menuntut kekudusan dan persiapan diri.
Perjalanan bangsa Israel di padang gurun adalah gambaran perjalanan iman setiap orang percaya. Ada saat-saat di mana kita merasa haus akan berkat Tuhan, ada kalanya kita dihadapkan pada ujian yang menguji kesabaran dan kepercayaan kita. Pelajaran dari bilangan 20 dan 19 mengajak kita untuk tidak hanya berpegang pada pengetahuan rohani, tetapi juga pada tindakan iman yang nyata, mengakui dan menguduskan Tuhan dalam setiap langkah kehidupan kita, agar kita dapat terus bergerak maju menuju janji-janji-Nya.