Ayat ini berasal dari Kitab Bilangan, bab 24, ayat 10. Ini merupakan momen krusial dalam narasi kuno yang melibatkan seorang nabi bernama Bileam. Balak, raja Moab, berusaha keras untuk mengutuk umat Israel yang sedang melakukan perjalanan menuju tanah perjanjian. Balak memanggil Bileam, yang terkenal dengan kemampuannya untuk memberkati atau mengutuk, dengan harapan Bileam akan melontarkan kutukan yang akan melemahkan dan mengalahkan Israel. Balak menawarkan imbalan yang besar untuk tugas ini.
Namun, di luar dugaan Balak, setiap kali Bileam mencoba mengucapkan kutukan, yang keluar dari mulutnya justru berkat-berkat yang luar biasa untuk Israel. Ini menunjukkan bahwa kekuasaan Bileam tidak mutlak, dan Tuhan mengintervensi, mengarahkan perkataan Bileam untuk memuliakan umat-Nya. Dalam ayat spesifik ini, Bileam menyatakan kepada Balak bahwa ia tidak bisa mengutuk Israel karena Tuhan menahannya.
Ekspresi Bileam yang "mengerahkan amarahnya terhadap raja dan ia bertepuk tangan" menggambarkan rasa frustrasi dan kekecewaannya yang mendalam. Ia gagal memenuhi misi yang ditugaskan kepadanya oleh Balak, dan bahkan ia sendiri tidak dapat mengendalikan apa yang akan ia katakan. Perintah Tuhan untuk membujuknya terus-menerus oleh Balak menandakan upaya Balak yang tak henti-hentinya, namun selalu menemui kegagalan.
Penting untuk dicatat bahwa meskipun Bileam awalnya dipanggil untuk tujuan negatif, perkataannya pada akhirnya menjadi nubuat positif tentang kejayaan Israel. Ayat ini menekankan kedaulatan Tuhan atas segala situasi, bahkan ketika manusia berusaha untuk menentang-Nya. Tindakan Bileam yang akhirnya mengakui ketidakmampuannya dan mendesak Balak untuk pulang menunjukkan kepasrahannya pada kehendak ilahi yang lebih besar.
Meskipun ayat Bilangan 24:10 berfokus pada momen spesifik Bileam, kita juga dapat merujuk pada ayat lain dalam Kitab Bilangan, seperti Bilangan 10:11. Bilangan 10:11 menceritakan tentang keberangkatan umat Israel dari Gunung Sinai. "Kemudian setelah itu bani Israel berangkat dari padang gurun Sinai, dan awan itu berhenti di padang gurun Paran." Ayat ini menandai dimulainya perjalanan mereka yang lebih panjang menuju Tanah Perjanjian.
Jika kita melihat kedua ayat ini bersama-sama, kita melihat gambaran yang lebih lengkap. Bilangan 24:10 menunjukkan bahwa bahkan ketika orang luar berusaha untuk menghalangi atau mengutuk perjalanan Israel, rencana Tuhan tidak dapat digagalkan. Sementara itu, Bilangan 10:11 menandai langkah maju dalam penuntasan janji Tuhan. Ini adalah gambaran tentang bagaimana perjalanan umat Israel penuh dengan tantangan, tetapi juga dengan kepastian ilahi yang tak tergoyahkan. Kedua ayat ini, meskipun berbeda konteksnya, saling melengkapi dalam menceritakan kisah iman dan kepastian janji ilahi.
Kisah Bileam, seperti yang diceritakan dalam Bilangan 24, adalah pengingat bahwa kekuatan Tuhan jauh melampaui keinginan manusia yang bersifat negatif. Perkataan yang seharusnya menjadi kutukan justru berubah menjadi berkat, menunjukkan campur tangan ilahi yang luar biasa. Hal ini memperkuat keyakinan bahwa rencana Tuhan akan selalu terwujud, terlepas dari upaya untuk menghalanginya.