Kitab Bilangan, khususnya pasal 31, mengisahkan tentang sebuah episode penting dalam sejarah bangsa Israel. Pasal ini merinci perintah Tuhan kepada Musa untuk melakukan pembalasan terhadap bangsa Midian. Bangsa Midian dianggap bersalah karena telah memancing orang Israel untuk melakukan penyembahan berhala dan tindakan amoral yang menyebabkan murka Tuhan dan mendatangkan tulah di antara umat-Nya.
Perintah ini bukanlah sekadar perintah perang biasa, melainkan sebuah tindakan penegakan keadilan ilahi. Tuhan memerintahkan umat-Nya untuk berperang melawan bangsa Midian, bukan untuk tujuan penaklukan wilayah atau pengumpulan harta, melainkan sebagai bentuk hukuman atas dosa yang mereka perbuat. Musa ditugaskan untuk memimpin bangsa Israel dalam perang ini, dan pasal 31 memberikan instruksi yang sangat rinci mengenai bagaimana perang tersebut harus dilakukan, termasuk pembagian rampasan perang, pembersihan diri bagi para prajurit yang terlibat, dan pengelolaan segala sesuatu yang diperoleh dari pertempuran.
Peristiwa ini menunjukkan bahwa Tuhan sangat peduli terhadap kemurnian umat-Nya dan keadilan-Nya. Dosa yang dilakukan bangsa Midian, yang berujung pada kejatuhan moral dan spiritual bangsa Israel, tidak dapat dibiarkan begitu saja. Tindakan pembalasan ini adalah konsekuensi logis dari pelanggaran hukum Tuhan dan kerusakan moral yang ditimbulkan. Musa sendiri, meskipun enggan, mematuhi perintah Tuhan dengan penuh ketaatan. Ia memilih seribu orang dari setiap suku untuk memimpin penyerangan ini, serta menegaskan kembali pentingnya kesucian dalam menjalankan tugas dari Tuhan.
Berbeda dengan pasal 31 yang fokus pada aspek militer dan keadilan, Bilangan pasal 34 bergeser ke gambaran yang lebih damai dan penuh harapan: penetapan batas-batas tanah perjanjian yang dijanjikan Tuhan kepada keturunan Abraham. Pasal ini adalah peta geografis dari Tanah Perjanjian, yang dijelaskan secara detail dengan menyebutkan perbatasan utara, timur, selatan, dan barat.
Perintah untuk menetapkan batas-batas ini diberikan kepada Musa setelah bangsa Israel berada di ambang memasuki tanah Kanaan. Tujuannya adalah untuk memberikan gambaran yang jelas tentang warisan yang akan mereka terima. Batas-batas ini tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga simbolis. Tanah Kanaan adalah tempat di mana Tuhan akan mendiami di tengah umat-Nya dan di mana janji-janji-Nya akan digenapi. Penetapan batas-batas ini memberikan kepastian dan memberikan dasar bagi pembagian tanah di kemudian hari.
Pasal 34 juga menekankan peran penting para pemimpin suku dalam proses ini. Musa, bersama dengan Eleazar, imam, dan Yosua, anak Nun, diperintahkan untuk mengawasi pembagian tanah berdasarkan suku-suku Israel. Hal ini menunjukkan pentingnya perencanaan, kepemimpinan yang bijaksana, dan keadilan dalam mendistribusikan warisan yang Tuhan berikan. Penting juga dicatat bahwa penetapan batas ini tidak termasuk tanah orang Lewi, yang memiliki peran khusus sebagai pelayan Tuhan.
Secara keseluruhan, Bilangan 31 dan 34 menawarkan dua sisi dari perjalanan bangsa Israel: satu sisi adalah penegakan keadilan ilahi atas dosa, dan sisi lain adalah janji serta penegasan atas tanah warisan yang dijanjikan Tuhan. Keduanya merupakan bagian integral dari rencana Tuhan untuk umat-Nya, mengajarkan pentingnya ketaatan, kekudusan, keadilan, serta kepastian atas janji-janji-Nya.