"Lagi pula, sudah tengah hari. Bapa, mohonlah kiranya tuan bermalam di sini, supaya tuan dapat melanjutkan perjalanan tuan sesudah sejuk. Dan tuan akan bersukacita."
Ayat Hakim 19:9 ini terucap dalam sebuah narasi yang penuh dengan pergolakan dan keprihatinan, namun pada intinya, ia memancarkan kehangatan kemanusiaan dan pentingnya nilai keramahan. Ketika seorang Lewi dan gundiknya melakukan perjalanan di tanah Efraim, mereka tiba di Gibea pada sore hari. Sang Lewi, yang kemungkinan besar lelah setelah seharian melakukan perjalanan di bawah terik matahari, menyadari bahwa waktu semakin larut. Ia mencari tempat untuk bermalam dan beristirahat.
Dalam konteks zaman itu, keramahan bukan hanya sekadar kesopanan, melainkan sebuah keharusan sosial yang dijaga ketat. Menolak seseorang yang mencari tempat berteduh di malam hari dapat dianggap sebagai tindakan yang sangat tercela. Oleh karena itu, ketika seorang pria tua melihat mereka mendekat, ia tidak ragu-ragu untuk menawarkan tempat berlindung. Ia mengajak mereka masuk ke rumahnya, memberikan makanan dan minuman, serta memastikan mereka merasa aman dan nyaman.
Pesan yang disampaikan dalam Hakim 19:9 ini melampaui sekadar tawaran tempat bermalam. Ini adalah tentang kebijaksanaan untuk mengenali kebutuhan orang lain, terutama ketika mereka berada dalam kesulitan. Sang Lewi, yang merasa lelah dan mungkin khawatir tentang keadaan di malam hari, menerima tawaran tersebut. Ucapan tersebut mencerminkan pemahaman akan siklus alam: ketika matahari terbenam, cuaca menjadi lebih sejuk, dan suasana menjadi lebih tenang, memungkinkan kelanjutan perjalanan dengan lebih nyaman dan aman.
Lebih dalam lagi, ayat ini menyentuh tema utama dalam Kitab Hakim, yaitu kebutuhan akan keadilan dan kebenaran. Meskipun narasi di sekitarnya mungkin menggambarkan periode kegelapan spiritual dan moral di Israel, momen seperti ini menunjukkan bahwa nilai-nilai dasar kemanusiaan tetap ada. Kehidupan, terutama bagi para musafir, sangat bergantung pada kebaikan hati orang lain. Tawaran untuk bermalam bukan hanya tentang fisik, tetapi juga tentang memberikan rasa aman dan kepastian di tengah ketidakpastian.
Dalam kehidupan modern yang serba cepat, penting untuk kita tidak melupakan esensi dari ayat ini. Kita diajak untuk peka terhadap kebutuhan sesama, untuk membuka pintu hati dan rumah kita bagi mereka yang membutuhkan. Keramahan yang tulus dapat membawa kelegaan yang mendalam, seperti sejuknya angin senja bagi musafir yang lelah. Ini adalah pengingat bahwa bahkan dalam momen-momen sederhana, tindakan kebaikan dapat menciptakan perbedaan besar. Keadilan dan kebenaran sering kali dimanifestasikan melalui tindakan kasih dan kepedulian terhadap sesama, menciptakan lingkungan yang lebih terang dan lebih bersahabat bagi semua.