Hakim Hakim 2:8

"Lalu matilah Yosua bin Nun, hamba TUHAN itu, pada umur seratus sepuluh tahun."

Keadilan Ilahi yang Menginspirasi

Ayat ini, Hakim Hakim 2:8, mungkin terdengar sederhana, hanya sebuah catatan kematian seorang tokoh penting. Namun, di balik kesederhanaannya, tersimpan makna yang mendalam tentang kepemimpinan, kesetiaan, dan warisan yang ditinggalkan. Yosua bin Nun, penerus Musa, adalah sosok yang memimpin bangsa Israel memasuki Tanah Perjanjian. Perjalanannya penuh dengan ujian, kemenangan, dan tentu saja, bimbingan ilahi yang tak tergoyahkan.

Kepergian Yosua menandai akhir dari sebuah era. Di bawah kepemimpinannya, bangsa Israel berhasil membagi-bagikan tanah dan mengukuhkan kehadiran mereka di Kanaan. Ia adalah teladan ketaatan kepada Tuhan, seorang pemimpin yang mengabdikan seluruh hidupnya untuk menunaikan tugas yang dipercayakan kepadanya. Kematiannya pada usia 110 tahun, usia yang cukup matang, memberikan gambaran tentang hidup yang dijalani dengan tujuan yang jelas dan kesetiaan yang teguh.

Kisah Yosua bukan hanya tentang pencapaian militer atau pembagian tanah. Lebih dari itu, ini adalah kisah tentang pentingnya mendengarkan dan menaati firman Tuhan. Yosua senantiasa mengingatkan bangsanya untuk tidak melupakan perjanjian yang telah dibuat dengan Tuhan. Ia memahami bahwa kemakmuran dan keamanan mereka tidak hanya bergantung pada kekuatan senjata, tetapi terutama pada hubungan mereka dengan Sang Pencipta.

Simbol pena mengukir di atas batu

Kepergian Yosua juga mengingatkan kita pada siklus kepemimpinan. Setiap generasi memiliki pemimpinnya sendiri, dan setiap pemimpin memiliki warisan yang unik. Bagi Yosua, warisannya adalah bangsa yang telah berhasil menduduki Tanah Perjanjian dan prinsip-prinsip ketuhanan yang ia tanamkan. Namun, firman Tuhan juga mencatat bahwa setelah Yosua dan generasi yang mengenalnya tiada, muncullah generasi baru yang "tidak mengenal TUHAN dan yang telah dilakukan-Nya untuk orang Israel" (Hakim-hakim 2:10).

Ini adalah pengingat penting bagi kita. Kesuksesan dan pencapaian seorang pemimpin, sehebat apapun itu, akan memudar jika tidak dilanjutkan dan diwariskan. Penting bagi setiap generasi untuk terus menerus belajar, menaati, dan mewariskan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran. Kisah hakim hakim 2 8 bukan hanya tentang akhir dari kehidupan Yosua, tetapi juga tentang tantangan untuk menjaga api iman tetap menyala di setiap generasi.

Dalam konteks kekinian, makna hakim hakim 2 8 dapat kita renungkan sebagai panggilan untuk menjadi pemimpin yang berintegritas, taat pada prinsip, dan senantiasa mewariskan nilai-nilai luhur. Kematian Yosua seharusnya menjadi titik refleksi, bukan hanya tentang apa yang telah dicapai, tetapi juga tentang apa yang harus dijaga dan diteruskan. Keadilan ilahi yang Yosua pegang teguh adalah keadilan yang memberikan arah, harapan, dan keberlanjutan bagi setiap umat.