Kisah hakim 9:1 membawa kita pada titik krusial dalam sejarah Israel kuno, yaitu saat Abimelekh, putra Gideon, berambisi untuk meraih kekuasaan. Ayat ini dengan gamblang menggambarkan bagaimana warga Sikem, yang tampaknya memiliki kepentingan tersendiri, bersekutu dengan Abimelekh. Mereka tidak melihat Abimelekh sebagai ancaman, melainkan sebagai sesama warga, bahkan saudara, yang memiliki potensi untuk memimpin. Penggunaan frasa "menaikkan dia dengan jalan pura-pura" menyiratkan adanya agenda tersembunyi, sebuah manipulasi yang dilakukan demi keuntungan bersama. Ini bukan tentang pemilihan pemimpin yang adil berdasarkan kehendak Tuhan, melainkan tentang intrik politik dan perebutan kekuasaan yang didasari oleh kepalsuan.
Fenomena seperti ini sering kali muncul dalam berbagai tatanan masyarakat, baik di masa lalu maupun di masa kini. Ketika sebuah kelompok merasa terpinggirkan atau melihat peluang untuk mendapatkan keuntungan dari seseorang yang berambisi, mereka cenderung bersatu. Ikatan persaudaraan yang disebutkan dalam ayat ini bisa diartikan secara harfiah, namun juga bisa menjadi metafora dari kesamaan kepentingan atau ikatan politik yang kuat. Orang-orang Sikem melihat Abimelekh sebagai alat untuk mencapai tujuan mereka, dan Abimelekh, di sisi lain, memanfaatkan sentimen ini untuk mewujudkan ambisinya.
Kisah ini mengajarkan kita tentang bahaya dari kekuasaan yang diraih melalui cara-cara yang tidak jujur. Ambisi yang tidak terkendali dan kepalsuan dalam mencapai tujuan sering kali berujung pada kehancuran. Keadilan sejati, yang seharusnya menjadi landasan setiap kepemimpinan, diabaikan demi keuntungan pribadi dan kelompok. Ayat ini menjadi pengingat bahwa kita perlu waspada terhadap siapa kita memberikan kepercayaan dan kekuasaan, serta bagaimana kekuasaan itu diraih. Keadilan, seperti yang tersirat dalam konteks kitab Hakim, seharusnya ditegakkan oleh pemimpin yang saleh dan takut akan Tuhan, bukan oleh mereka yang mengandalkan tipu daya dan dukungan dari pihak yang memiliki motif tersembunyi.
Abimelekh, meskipun memiliki darah dari seorang hakim besar seperti Gideon, memilih jalan yang berbeda. Ia tidak melanjutkan warisan keadilan dan ketaatan kepada Tuhan, melainkan terseret dalam pusaran ambisi duniawi. Sikap orang-orang Sikem yang mendukungnya secara terselubung juga menunjukkan betapa mudahnya masyarakat terpengaruh oleh janji-janji palsu dan kepentingan sesaat. Ini adalah peringatan keras agar kita selalu menguji kebenaran di balik setiap klaim kekuasaan dan memastikan bahwa setiap tindakan didasari oleh integritas dan kejujuran, bukan oleh dalih dan kepura-puraan. Dunia yang dipimpin oleh kebohongan dan ambisi yang tak sehat akan selalu rapuh dan penuh dengan potensi konflik.