Imamat 21 & 22: Kesucian Imam di Mata Tuhan

"Berkatalah kepada Harun dan anak-anaknya serta kepada seluruh orang Israel: 'Beginilah firman TUHAN mengenai rumah Israel, yang telah Kutinggalkan.'" (Imamat 21:1)

Kitab Imamat memuat serangkaian peraturan dan ketetapan ilahi yang mengatur kehidupan umat Israel, terutama dalam hal kekudusan dan ibadah kepada Tuhan. Pasal 21 dan 22 secara spesifik membahas mengenai kesucian para imam dan persembahan yang mereka persembahkan. Peraturan ini menegaskan bahwa Tuhan adalah kudus, dan oleh karenanya, mereka yang melayani-Nya di hadirat-Nya harus menunjukkan standar kekudusan yang serupa.

Imam, sebagai perantara antara Tuhan dan umat-Nya, memegang tanggung jawab yang sangat besar. Oleh karena itu, Tuhan menetapkan standar yang sangat tinggi bagi mereka. Ketidaksempurnaan fisik tertentu dilarang bagi seorang imam untuk mendekati mezbah atau masuk ke dalam tempat kudus. Hal ini bukan berarti Tuhan merendahkan orang yang cacat, melainkan menekankan pentingnya kesempurnaan yang melambangkan kesempurnaan Kristus di kemudian hari.

Lebih dari sekadar fisik, kesucian moral dan rohani juga menjadi esensial. Para imam dilarang untuk mengikuti tradisi bangsa lain dalam meratapi orang mati atau mencukur rambut mereka sebagai tanda kesedihan yang berlebihan. Mereka juga harus menjaga pernikahan mereka, hanya boleh menikahi wanita perawan dari kaumnya sendiri. Ini mencerminkan kebutuhan akan kemurnian dan dedikasi total kepada Tuhan.

Ayat-ayat dalam Imamat 21:22-23 juga menjelaskan bahwa cacat lahir atau cacat fisik yang didapat tidak menghalangi mereka untuk memakan persembahan kudus, namun tetap tidak boleh melayani di dalam Tabernakel atau mendekati mezbah. Ini menunjukkan adanya keseimbangan dan belas kasih dalam hukum, sambil tetap menjaga kekudusan utama dari ibadah.

Selanjutnya, Imamat pasal 22 melanjutkan dengan membahas mengenai kesucian persembahan yang dibawa kepada Tuhan. Segala jenis persembahan, baik yang dibawa oleh imam maupun oleh umat, haruslah bebas dari kecacatan. Hewan yang pincang, sakit, atau memiliki cacat lainnya tidak berkenan di hadapan Tuhan. Ini adalah pengingat bahwa apa pun yang kita berikan kepada Tuhan haruslah yang terbaik dari apa yang kita miliki.

Peraturan ini bukan sekadar ritual belaka, melainkan memiliki makna teologis yang mendalam. Mereka mempersiapkan bangsa Israel untuk memahami siapa Tuhan itu – pribadi yang kudus, murni, dan sempurna. Kesucian ini nantinya akan tergenapi secara sempurna dalam diri Yesus Kristus, Imam Besar kita yang tak bercela dan sempurna, yang melalui pengorbanan-Nya, kita dapat mendekat kepada Tuhan dengan keberanian dan keyakinan.

Memahami Imamat 21 dan 22 memberikan perspektif yang jelas mengenai pentingnya kekudusan dalam hubungan kita dengan Tuhan. Sebagai orang percaya di zaman sekarang, kita dipanggil untuk hidup kudus, mencerminkan kasih dan kebenaran Tuhan dalam segala aspek kehidupan kita. Walaupun kita tidak lagi memiliki sistem imamat seperti di Perjanjian Lama, prinsip kekudusan itu tetap berlaku. Kita adalah "imam-imam raja," yang dipanggil untuk mempersembahkan "persembahan rohani yang kudus," yaitu pujian dan penyembahan yang berkenan kepada Tuhan (1 Petrus 2:9).

T Imamat 21-22