Imamat 24:10 - Kisah Sang Penghujat

"Lalu dibawa oranglah anak perempuan seorang perempuan Israel itu ke luar perkemahan, dan orang-orang itu merejam dia dengan batu sampai mati, seperti yang diperintahkan TUHAN kepada Musa."
Simbol abstrak mewakili kisah Imamat 24:10, menampilkan lingkaran dan bentuk geometris dengan warna sejuk cerah

Kisah yang dicatat dalam Imamat pasal 24, ayat 10, mengisahkan sebuah peristiwa yang berat namun penuh makna dalam sejarah umat Israel. Ayat ini bukan sekadar sebuah catatan sejarah, melainkan sebuah pengingat akan ketegasan hukum ilahi dan konsekuensi dari pelanggaran terhadap nama Tuhan.

Peristiwa ini terjadi pada masa Musa memimpin bangsa Israel di padang gurun. Dalam pasal tersebut, dikisahkan tentang seorang pria yang dilahirkan oleh perempuan Israel dari seorang pria Mesir. Pria ini terlibat dalam sebuah perselisihan di tengah-tengah kemah Israel. Dalam pertengkarannya, ia menghujat nama TUHAN. Perbuatan menghujat nama Tuhan dianggap sebagai dosa yang sangat serius, bahkan lebih berat dari dosa-dosa lain yang melanggar hukum Taurat.

Menghujat nama Tuhan berarti menodai kesucian-Nya, menghina kekudusan-Nya, dan menolak otoritas-Nya. Dalam konteks kepercayaan Israel kuno, nama Tuhan adalah representasi dari pribadi-Nya yang kudus dan tak tersentuh. Oleh karena itu, penghujatan dianggap sebagai serangan langsung terhadap esensi ilahi itu sendiri. Akibatnya, hukum yang diberikan kepada Musa sangat tegas: barang siapa menghujat nama TUHAN, pastilah ia dihukum mati.

Meskipun ayat ini secara spesifik menyebutkan "anak perempuan seorang perempuan Israel" yang dibawa ke luar perkemahan untuk direjam, konteks keseluruhan dari Imamat 24 mengarah pada pria penghujat itu sendiri. Kemungkinan besar, "anak perempuan seorang perempuan Israel" merujuk pada pelaku penghujatan yang merupakan keturunan dari seorang ibu Israel, atau mungkin ada detail yang disederhanakan dalam ringkasan ayat ini. Intinya, pelaku penghujatan tersebut, setelah diadili dan terbukti bersalah sesuai dengan hukum Tuhan, dijatuhi hukuman mati.

Proses penghukuman mati yang dijelaskan dalam ayat ini adalah dengan cara direjam dengan batu. Ini adalah bentuk hukuman yang mengerikan dan sering kali digunakan untuk dosa-dosa yang dianggap sangat serius dalam hukum Taurat. Pelaksanaan hukuman ini dilakukan di luar perkemahan, menunjukkan pengucilan pelaku dari komunitas umat Allah. Hal ini untuk memastikan bahwa kejahatan tersebut tidak menodai kekudusan seluruh umat.

Kisah ini memberikan beberapa pelajaran penting. Pertama, ia menekankan betapa pentingnya kekudusan nama Tuhan dan betapa seriusnya perbuatan menghujat-Nya. Dalam budaya modern yang sering kali menganggap remeh hal-hal rohani, ayat ini menjadi pengingat yang kuat akan keseriusan dosa terhadap Tuhan. Kedua, ini menunjukkan keadilan dan ketegasan hukum Tuhan. Keadilan ilahi menuntut pertanggungjawaban atas setiap pelanggaran, terutama yang menyangkut kehormatan-Nya.

Bagi umat percaya, kisah ini juga dapat dipahami dalam kerangka penebusan yang lebih luas. Meskipun hukum Taurat mengharuskan hukuman mati bagi penghujatan, pengorbanan Yesus Kristus di kayu salib menawarkan pengampunan dan penebusan bagi mereka yang berdosa, termasuk dosa penghujatan, asalkan ada pertobatan dan iman kepada-Nya. Namun, pelajaran tentang kekudusan nama Tuhan tetap relevan dan harus selalu dipegang teguh.