"Letakkanlah itu berlapis-lapis enam buah di atas mezbah, dan dua deretan enam buah pada tiap-tiap mezbah." (Imamat 24:6 TB)
Ayat Imamat 24:6 memberikan instruksi yang sangat spesifik mengenai penataan roti sajian di dalam Kemah Suci. Roti sajian, atau dalam bahasa Ibrani disebut 'lechem ha-panim' (roti hadapan), merupakan salah satu elemen penting dalam ibadah bangsa Israel kuno. Instruksi ini bukan sekadar ritual kosong, melainkan sarat akan makna teologis dan simbolis yang mendalam bagi umat Tuhan.
Roti sajian ditempatkan di atas Mezbah Roti Sajian yang terbuat dari kayu penaga dan disalut dengan emas murni, terletak di Ruang Kudus, di hadapan Tabir yang memisahkan Ruang Kudus dari Ruang Maha Kudus. Ada dua deretan, masing-masing enam buah roti, disusun berlapis-lapis. Roti ini harus selalu ada di hadapan Tuhan, sebagai tanda kehadiran-Nya yang konstan di tengah umat-Nya dan sebagai pengingat pengabdian mereka kepada-Nya.
Setiap hari Sabat, roti yang lama akan diganti dengan roti yang baru. Roti yang lama ini kemudian menjadi bagian imam dan keluarganya untuk dimakan, namun hanya di tempat kudus. Hal ini menunjukkan bahwa persembahan yang diperuntukkan bagi Tuhan dapat kembali menjadi berkat bagi umat-Nya melalui para pelayan-Nya, dengan cara yang diatur oleh Tuhan sendiri. Roti ini harus dimakan dalam kekudusan, menegaskan hubungan antara ibadah dan kehidupan yang kudus.
Penataan berlapis-lapis dan jumlahnya yang enam buah dalam dua deretan memiliki makna simbolis yang kaya. Angka enam sering dikaitkan dengan pekerjaan manusia atau ketidaksempurnaan, namun ketika disajikan di hadapan Tuhan, ia menjadi simbol ketaatan dan pengabdian total manusia kepada Penciptanya. Enam roti di setiap deretan, jika dipandang sebagai representasi dari 12 suku Israel (6 suku di satu sisi, 6 suku di sisi lain), menunjukkan bahwa seluruh umat Tuhan selalu berada di hadapan Tuhan.
Roti sendiri adalah makanan pokok, melambangkan kebutuhan dasar manusia akan pemeliharaan dan kehidupan. Dengan menyajikan roti di hadapan Tuhan, Israel mengakui bahwa segala pemeliharaan dan berkat berasal dari-Nya. Roti ini juga mengingatkan mereka akan roti mana yang dimakan Israel selama perjalanan mereka di padang gurun, sebagai pemeliharaan Tuhan. Keberadaan roti yang terus-menerus di hadapan Tuhan melambangkan perjanjian kekal antara Tuhan dan umat-Nya, serta janji Tuhan untuk selalu hadir dan memelihara mereka.
Dalam Perjanjian Baru, Yesus Kristus memperkenalkan diri-Nya sebagai "roti hidup" (Yohanes 6:35). Roti sajian di Perjanjian Lama menjadi bayangan atau lambang dari kedatangan Kristus, sumber kehidupan sejati dan pemeliharaan ilahi bagi seluruh umat manusia. Ia adalah persembahan sempurna yang mendamaikan manusia dengan Tuhan.
Kita, sebagai orang percaya, diundang untuk menikmati "roti" spiritual ini melalui iman kepada Kristus. Ketergantungan Israel pada roti sajian untuk pemeliharaan fisik dan spiritualnya tercermin dalam kebutuhan kita akan Kristus untuk kehidupan kekal dan pemeliharaan ilahi. Roti sajian mengajarkan kita pentingnya menjadikan Tuhan sebagai pusat hidup kita, senantiasa hadir di hadapan-Nya dalam doa dan penyembahan, serta mengakui bahwa segala yang baik datang dari-Nya.
Memahami Imamat 24:6 membantu kita melihat kekayaan simbolisme dalam ibadah Perjanjian Lama dan bagaimana semuanya menunjuk kepada Kristus. Ia mengingatkan kita akan kesetiaan Tuhan, perjanjian-Nya, dan kebutuhan kita untuk selalu bergantung pada-Nya dalam segala aspek kehidupan.