"Kemudian Musa menyuruh mereka mendekat, lalu Harun dan anak-anaknya diciumnya dan dibasuhinya mereka dengan air."
Ayat dari Kitab Imamat pasal 8, ayat 6, menyajikan gambaran momen krusial dalam sejarah Israel. Ayat ini bukanlah sekadar deskripsi ritual belaka, melainkan sebuah ilustrasi yang kuat mengenai penyucian dan persiapan yang mendalam untuk tugas pelayanan yang sakral. Musa, sebagai pemimpin yang ditunjuk Tuhan, melakukan tindakan simbolis ini terhadap Harun dan anak-anaknya, yang akan menjadi imam-imam pertama dalam perjanjian baru ini.
Makna Ritual Penyucian
Tindakan membasuh dengan air yang disebutkan dalam ayat ini memiliki makna teologis yang kaya. Air dalam konteks Alkitab seringkali melambangkan penyucian, pembersihan dosa, dan pembaruan rohani. Bagi Harun dan anak-anaknya, pembasuhan ini merupakan tanda lahiriah dari pembersihan batiniah yang mereka terima dari Tuhan. Mereka harus disucikan dari segala kenajisan duniawi dan segala sesuatu yang dapat menghalangi mereka untuk mendekat kepada Tuhan dan melayani umat-Nya.
Penciuman yang dilakukan Musa setelah pembasuhan juga penting. Ini menunjukkan penerimaan, pengesahan, dan mungkin juga ungkapan kasih dan dukungan dalam tugas baru mereka. Ini adalah pengukuhan hubungan yang baru terjalin, antara para pelayan yang dipanggil dan Sang Pelayan Agung, serta penguatan ikatan di antara mereka yang akan mengemban tanggung jawab bersama di hadapan Tuhan dan bangsa Israel.
Persiapan Menuju Pelayanan
Imamat 8:6 adalah bagian dari serangkaian perintah yang lebih luas mengenai penetapan Harun dan anak-anaknya sebagai imam. Seluruh proses ini dirancang untuk menekankan keseriusan dan kekudusan fungsi keimamatan. Para imam tidak hanya sekadar menjalankan tugas seremonial; mereka adalah perantara antara Tuhan yang Mahakudus dan umat-Nya yang masih berdosa. Oleh karena itu, persiapan mereka haruslah komprehensif, mencakup aspek fisik, spiritual, dan moral.
Pemberian diri yang kudus ini tidak hanya terbatas pada generasi awal imam. Prinsip di baliknya relevan bagi setiap orang yang dipanggil untuk melayani Tuhan, baik dalam peran formal maupun informal. Kita dipanggil untuk membersihkan diri dari dosa, memisahkan diri dari kebiasaan duniawi yang tidak berkenan, dan mempersembahkan diri kita sebagai "persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah" (Roma 12:1). Ini adalah panggilan untuk hidup dalam kekudusan, agar pelayanan kita dapat diterima oleh Tuhan dan menjadi berkat bagi orang lain.
Pelajaran untuk Masa Kini
Kisah penetapan Harun sebagai imam, termasuk momen pembasuhan dalam Imamat 8:6, mengajarkan kita bahwa pelayanan yang sejati selalu berakar pada kekudusan. Tanpa pembersihan dan penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan, pelayanan kita mungkin akan kehilangan esensinya dan tidak mencapai tujuan ilahi. Kesadaran akan keagungan Tuhan dan ketidaklayakan diri kita sendiri seharusnya mendorong kita untuk mencari pemurnian terus-menerus dan mempersiapkan hati kita untuk melayani.
Meskipun kita tidak lagi hidup di bawah hukum Taurat dengan sistem imamat seperti di Perjanjian Lama, prinsip kekudusan dan pelayanan yang dipersembahkan tetap berlaku. Yesus Kristus telah menjadi Imam Besar kita yang sempurna, yang melalui pengorbanan-Nya, kita memiliki akses kepada Bapa. Namun, panggilan untuk hidup kudus dan melayani tetap ada bagi setiap orang percaya. Mari kita renungkan Imamat 8:6 sebagai pengingat akan pentingnya penyucian diri dan pemberian diri yang tulus dalam setiap aspek pelayanan kita kepada Tuhan.