Kisah Bangsa yang Satu di Bawah Langit
Kejadian 11:19 merupakan bagian dari catatan silsilah setelah Air Bah besar yang melanda dunia. Ayat ini secara spesifik menyebutkan kelanjutan keturunan dari Sem, salah satu putra Nuh. Disebutkan bahwa dari Sem, lahir Arpakhsad, dan kemudian dari Arpakhsad lahir Selah. Silsilah ini penting dalam narasi Alkitab karena menghubungkan berbagai generasi dan menjadi fondasi bagi banyak kisah penting yang akan datang, termasuk kisah Abraham, bapa orang beriman.
Namun, pada awal pasal 11 dalam Kitab Kejadian, kita menemukan sebuah narasi yang lebih dramatis: kisah tentang pembangunan Menara Babel. Setelah bencana Air Bah mereda, umat manusia mulai berkembang biak kembali. Mereka semua berbicara dalam satu bahasa dan sepakat untuk tidak menyebar ke seluruh bumi. Sebaliknya, mereka memutuskan untuk membangun sebuah kota dan sebuah menara yang puncaknya mencapai langit. Tujuan mereka sangat jelas: untuk membuat nama bagi diri mereka sendiri dan untuk mencegah diri mereka tercerai-berai di seluruh permukaan bumi.
Inisiatif ini, meskipun tampak sebagai sebuah proyek ambisius yang menunjukkan persatuan, pada dasarnya lahir dari kesombongan dan keinginan manusia untuk mencapai kemuliaan diri. Mereka ingin menciptakan identitas kolektif yang kuat, bukan karena ketaatan pada perintah Tuhan untuk memenuhi bumi, melainkan karena ketakutan akan perpecahan dan keinginan untuk menempatkan diri mereka setara dengan Yang Maha Kuasa. Pembangunan menara ini menjadi simbol keangkuhan manusia yang berusaha mendefinisikan batas-batas kekuasaan dan kemuliaan mereka sendiri.
Menanggapi tindakan ini, Tuhan turun untuk melihat apa yang sedang dilakukan manusia. Ia melihat persatuan mereka dan bahasa yang sama dapat menjadi awal dari segala sesuatu yang mereka rencanakan, dan tidak ada yang akan menghalangi mereka. Namun, Tuhan menyadari bahwa motif di balik proyek ini bukanlah untuk kemuliaan-Nya, melainkan untuk kebesaran manusia itu sendiri. Oleh karena itu, Tuhan memutuskan untuk mengacaukan bahasa mereka sehingga mereka tidak dapat lagi memahami satu sama lain.
Akibat dari tindakan Tuhan ini adalah manusia tidak dapat melanjutkan pembangunan kota dan menara tersebut. Mereka mulai tercerai-berai ke seluruh permukaan bumi, sesuai dengan apa yang awalnya ingin mereka hindari. Kejadian ini menjadi titik awal dari keragaman bahasa dan budaya yang kita lihat di dunia saat ini. Namun, di balik peristiwa itu, tersirat pesan tentang pentingnya kerendahan hati, ketaatan pada kehendak Tuhan, dan bahaya dari kesombongan yang ingin meninggikan diri.
Meskipun Kejadian 11:19 adalah bagian dari silsilah yang membentang panjang setelah peristiwa Babel, ia tetap menjadi pengingat bahwa di tengah keragaman yang muncul akibat kekacauan bahasa, keturunan manusia terus berlanjut. Nuh dan keluarganya, yang telah diselamatkan dari Air Bah, melanjutkan garis keturunan yang pada akhirnya akan membawa kita pada rencana penebusan Tuhan. Ayat ini, meskipun sederhana, menghubungkan kita dengan narasi yang lebih besar tentang perjalanan umat manusia dan pemeliharaan Tuhan yang terus-menerus.