Kejadian 18:8
"Lalu Abraham mengambil dadih dan susu, serta roti yang telah disediakannya, dan menghidangkannya kepada mereka; dan ia sendiri berdiri di dekat mereka di bawah pohon rindang itu."
Kisah dalam Kejadian 18:8 merupakan sebuah momen yang sederhana namun sarat makna dalam narasi Alkitab. Kejadian ini terjadi di tengah padang gurun Mamre, ketika Abraham didatangi oleh tiga orang tamu misterius. Peristiwa ini tidak hanya menunjukkan keramahan Abraham dan Sara, tetapi juga merupakan gambaran awal dari kedatangan dan perjamuan ilahi yang penuh janji dan pengharapan. Ayat ini, meskipun singkat, menyimpan kekayaan teologis yang dapat kita renungkan.
Di bawah terik matahari gurun, di hadapan tenda Abraham, tamu-tamu tersebut hadir. Reaksi pertama Abraham bukanlah ketakutan atau kebingungan, melainkan keramahan yang luar biasa. Ia segera berlari menemui mereka, membungkuk hormat, dan menawarkan segala yang bisa ia berikan. Tindakan mengambil "dadih dan susu, serta roti yang telah disediakannya" menggambarkan kesungguhan dan ketersediaan Abraham untuk melayani. Ia tidak hanya menyediakan makanan, tetapi juga memberikan perhatian penuh, "dan ia sendiri berdiri di dekat mereka di bawah pohon rindang itu." Kehadiran fisiknya di dekat para tamu menunjukkan rasa hormat dan keinginan untuk memastikan kenyamanan mereka.
Namun, kisah ini lebih dari sekadar gambaran keramahan. Tiga tamu tersebut ternyata adalah representasi dari Tuhan sendiri, yang datang untuk menyampaikan berita penting kepada Abraham. Kedatangan-Nya dalam bentuk manusia, dengan kerendahan hati untuk menerima hidangan yang ditawarkan, adalah sebuah tindakan kasih karunia yang luar biasa. Kejadian 18:8 menjadi pengingat bahwa Tuhan dapat hadir dalam kehidupan kita dalam cara yang paling tidak terduga, seringkali dalam bentuk kebutuhan sesama yang kita layani. Melalui tindakan melayani orang lain, kita sesungguhnya sedang melayani Tuhan.
Ayat ini juga menyoroti tema pengharapan. Pada usia Abraham dan Sara yang sudah lanjut, di mana secara alami tidak mungkin lagi memiliki keturunan, kedatangan tamu ilahi ini membawa janji besar. Janji bahwa Sara akan memiliki seorang anak. Melalui perjamuan sederhana ini, Tuhan menegaskan kembali janji-Nya dan membangkitkan pengharapan yang telah lama dinantikan. Ini mengajarkan kita untuk tetap berpegang pada janji Tuhan, bahkan ketika keadaan terlihat mustahil. Kepercayaan Abraham dan kesediaannya untuk mempersiapkan hidangan, mencerminkan imannya yang teguh.
Dalam konteks yang lebih luas, "Kejadian 18:8" mengingatkan kita tentang pentingnya ketaatan dan kepercayaan. Abraham tidak ragu-ragu untuk memenuhi permintaan para tamu, bahkan ketika permintaan itu mungkin membutuhkan usaha ekstra. Ketaatan semacam inilah yang dihargai oleh Tuhan. Ia menawarkan apa yang ia miliki, melayani dengan sepenuh hati, dan percaya bahwa Tuhan akan bertindak sesuai dengan kehendak-Nya. Tindakan Abraham mendahului firman Tuhan yang lebih spesifik mengenai janji keturunan, menunjukkan bahwa iman yang sejati bertindak sebelum segala sesuatu menjadi jelas.
Secara visual, gambaran Abraham yang berdiri di bawah pohon rindang sambil melayani tamu-tamunya memberikan nuansa ketenangan dan kedamaian. Warna-warna sejuk dan cerah yang sering diasosiasikan dengan alam, seperti hijau dedaunan dan birunya langit, seolah hadir dalam adegan ini. Ini adalah gambaran sebuah perjumpaan yang intim dan penuh hormat antara manusia dengan Yang Ilahi, di mana keramahan, iman, dan pengharapan bertemu.
Maka, Kejadian 18:8 bukan hanya sekadar catatan sejarah kuno, melainkan sebuah ajaran abadi tentang bagaimana kita seharusnya merespons kedatangan Tuhan dalam hidup kita: dengan keramahan yang tulus, pelayanan yang rendah hati, ketaatan yang teguh, dan iman yang tak tergoyahkan, sambil terus memelihara pengharapan akan janji-janji-Nya yang selalu menguatkan.