"Apabila engkau menganiaya putriku, atau apabila engkau mengambil perempuan lain di sampingnya, biarpun belum ada seorangpun yang melihatnya, lihat, Allah menjadi saksi antara aku dan engkau."
Ilustrasi Sederhana: Garis lengkung melambangkan perjalanan, titik sebagai saksi, garis horizontal sebagai perjanjian.
Kejadian 31:50 adalah sebuah ayat yang sangat kuat dan penuh makna, terucap dari mulut Laban kepada Yakub. Dalam konteks kisah ini, Laban sedang menggemakan perjanjian yang baru saja mereka buat terkait dengan ternak. Namun, di balik kata-kata yang terdengar seperti peringatan biasa, terkandung inti dari prinsip ilahi yang tidak dapat diganggu gugat: pengawasan dan keadilan Allah. Ayat ini berfungsi sebagai penanda batas, sebuah garis yang ditarik di atas pasir oleh Laban, yang diilhami oleh kesadaran akan kehadiran Allah yang mengawasi.
Dalam ayat ini, Laban menetapkan dua kondisi utama yang membuat Allah menjadi saksi. Pertama, adalah larangan untuk "menganiaya putriku". Laban memiliki dua putri, Lea dan Rahel, yang merupakan istri Yakub. Menganiaya mereka berarti melakukan kekerasan, penindasan, atau perlakuan tidak adil terhadap mereka. Bagi Laban, meskipun mungkin ia memiliki motif campuran antara kasih sayang pada anak-anaknya dan kepentingannya sendiri, ia mengakui bahwa kekerasan terhadap mereka tidak dapat dibenarkan dan akan menarik murka ilahi.
Kedua, adalah larangan untuk "mengambil perempuan lain di sampingnya". Ini merujuk pada larangan Yakub untuk mengambil istri tambahan di samping Rahel atau Lea. Dalam tradisi pada masa itu, poligami memang diizinkan, namun di sini, kesepakatan dibuat secara spesifik. Laban menekankan bahwa jika Yakub melanggar kesepakatan ini, bahkan jika tidak ada manusia yang menyaksikan, Allah tetap melihat. Ini menunjukkan kesadaran akan sifat Allah yang Maha Melihat dan Maha Tahu, yang tidak terhalang oleh pandangan manusia.
Perkataan Laban ini, meskipun diucapkan oleh seorang yang seringkali licik dan mengeksploitasi Yakub, secara tidak sengaja menyingkapkan kebenaran teologis yang mendalam. Allah bukan hanya dewa-dewa lokal yang dipatuhi oleh ritual semata, tetapi Allah yang berkuasa atas semua orang dan segala situasi. Dia adalah penegak keadilan dan kesetiaan. Perjanjian yang dibuat, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat, selalu berada di bawah pengawasan-Nya.
Ayat ini mengajarkan pentingnya integritas dalam hubungan, terutama dalam pernikahan. Laban, meskipun dengan caranya sendiri, mengingatkan Yakub akan tanggung jawab moral yang harus dipegang. Kesetiaan, kejujuran, dan keadilan adalah nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh Allah. Bahkan di tengah negosiasi dan perjanjian bisnis yang rumit sekalipun, prinsip-prinsip moral ini tetap berlaku. Kehadiran Allah sebagai saksi memberikan bobot moral yang luar biasa pada setiap perkataan dan tindakan. Kita diingatkan bahwa setiap keputusan yang kita ambil, setiap janji yang kita buat, selalu diamati oleh mata yang Mahamelihat.
Lebih dari sekadar perjanjian antara manusia, Kejadian 31:50 menjadi pengingat akan perjanjian kekal antara Allah dan umat-Nya. Allah adalah saksi atas janji-janji-Nya, dan Dia menuntut kesetiaan dari kita. Ketika kita merasa berjuang dalam menjaga integritas atau ketika kita menyaksikan ketidakadilan, kita dapat menemukan penghiburan dan kekuatan dalam pengetahuan bahwa Allah melihat, Allah peduli, dan Allah adalah hakim yang adil. Kesaksian ilahi ini menjadi dasar kepercayaan kita, memastikan bahwa kebenaran pada akhirnya akan menang.