Maka Yehuda mendekati Yusuf dan berkata: "Tuanku, izinkanlah hamba berbicara terus terang kepada tuanku, janganlah kiranya tuanku menjadi murka terhadap hamba, sebab tuan sama seperti Firaun."
Kisah dalam Kitab Kejadian pasal 44:18 menggambarkan momen krusial yang memuncak pada pengakuan identitas Yusuf dan pemulihan keluarga Yakub. Di tengah situasi yang sangat menegangkan, di mana Benyamin, adik bungsu Yusuf, tertangkap basah "mencuri" piala perak yang tersembunyi di karung gandumnya, Yehuda tampil maju. Ia tidak hanya mewakili saudara-saudaranya, tetapi juga persona yang bertanggung jawab atas keselamatan Benyamin di hadapan ayah mereka, Yakub. Permohonan Yehuda ini bukanlah sekadar ucapan biasa, melainkan sebuah pengakuan atas ketidakberdayaan dan kesediaan untuk berkorban.
Keadaan memaksa Yehuda untuk mengambil sikap. Bertahun-tahun setelah menjual Yusuf menjadi budak, kini mereka dihadapkan pada kenyataan pahit: ancaman kehilangan Benyamin, satu-satunya anak kesayangan Rahel yang tersisa. Ayah mereka, Yakub, telah berjanji akan menjaga Benyamin dengan nyawanya. Jika Benyamin tidak kembali, kesedihan yang akan menimpa Yakub pastilah tak terperikan, bahkan bisa merenggut nyawanya. Yehuda, yang sebelumnya sempat terlibat dalam keputusan jahat menjual Yusuf, kini menunjukkan kedewasaan dan keberanian moral yang luar biasa. Ia memohon kepada Yusuf, yang belum dikenalnya sebagai saudaranya, dengan rendah hati dan penuh hormat. Penggunaan gelar "Tuan" dan perbandingan dengan Firaun menunjukkan betapa ia menyadari kekuasaan yang dimiliki Yusuf di Mesir.
Lebih dari sekadar permohonan biasa, ucapan Yehuda mengandung janji pengorbanan. Ia kemudian dengan berani menawarkan dirinya untuk menjadi budak sebagai pengganti Benyamin. "Sekarang, jika aku kembali kepada hamba-Mu, ayahku, tanpa pemuda itu, sedang ia melihat, bahwa hamba-Mu ini tidak dapat membawa dia dengan selamat, tentulah hamba-Mu ini akan menyebabkan hamba-Mu, ayah-Mu, turun ke dunia orang mati dengan kesedihan." Pernyataan ini bukan hanya menunjukkan kasihnya kepada Benyamin, tetapi juga penyesalannya atas dosa masa lalu dan kesediaannya untuk menanggung konsekuensi demi kebaikan keluarganya. Ini adalah momen yang sangat emosional dan menjadi titik balik dalam kisah Yusuf.
Kisah ini mengajarkan kita banyak hal tentang keadilan, pengampunan, dan kekuatan kasih persaudaraan. Permohonan Yehuda yang tulus, disertai dengan kesediaan untuk berkorban, membuka hati Yusuf. Akhirnya, Yusuf tidak mampu lagi menahan diri dan mengungkapkan identitasnya kepada saudara-saudaranya. Peristiwa ini mengarah pada pemulihan hubungan keluarga yang retak akibat kecemburuan dan kedengkian di masa lalu. Kejadian 44:18 bukan hanya tentang kelicikan dan tuduhan, tetapi lebih dalam lagi, tentang transformatifnya kasih dan pengorbanan yang akhirnya mengembalikan keutuhan keluarga Yakub. Ini adalah bukti bahwa bahkan dalam situasi yang paling kelam, harapan dapat muncul melalui hati yang mau mengakui kesalahan dan berani berkorban.