"Demikianlah Yusuf meninggal pada usia seratus sepuluh tahun. Mayatnya dirempah-rempah dan ditempatkan dalam peti mati di Mesir."
Ayat Kejadian 50:26 menandai sebuah momen penting dalam narasi Alkitab, yaitu akhir dari kehidupan salah satu tokoh paling berpengaruh dalam Kitab Kejadian: Yusuf. Ayat ini tidak hanya mencatat kematiannya, tetapi juga memberikan detail mengenai bagaimana tubuhnya diperlakukan, serta memberikan petunjuk halus tentang masa depan. Yusuf, putra kesayangan Yakub, yang pernah dijual sebagai budak oleh saudara-saudaranya, kemudian bangkit menjadi orang kedua yang berkuasa di Mesir. Hidupnya adalah sebuah perjalanan luar biasa yang penuh dengan pengkhianatan, penderitaan, keadilan ilahi, dan akhirnya, pengampunan serta penebusan.
Kematian Yusuf pada usia 110 tahun adalah usia yang cukup panjang dan menandakan kehidupan yang penuh. Bagian penting dari ayat ini adalah penyebutan bahwa mayatnya "dirempah-rempah dan ditempatkan dalam peti mati di Mesir." Tindakan pengawetan jenazah (embalming) adalah praktik umum di Mesir kuno, namun dalam konteks narasi Alkitab, tindakan ini memiliki makna teologis yang lebih dalam. Ini menunjukkan penghormatan yang sangat besar yang diberikan kepada Yusuf oleh orang Mesir, bahkan setelah ia meninggal. Ia tidak hanya dimakamkan seperti orang biasa, tetapi jenazahnya dijaga dengan teliti.
Namun, makna yang paling signifikan dari penempatan peti mati Yusuf di Mesir terungkap dalam konteks yang lebih luas dari kisah keluaran. Perjanjian Allah dengan Abraham, Ishak, dan Yakub mencakup janji tentang tanah Kanaan sebagai warisan abadi bagi keturunan mereka. Bangsa Israel telah tinggal di Mesir selama beberapa generasi, dan sementara mereka berkembang biak, mereka juga menghadapi perbudakan yang semakin berat. Kematian Yusuf, yang merupakan tokoh kunci yang memungkinkan keluarganya untuk menetap dan berkembang di Mesir, bisa saja menjadi sebuah titik balik yang menegangkan.
Dengan menjaga jenazah Yusuf di Mesir dalam peti mati, kisah ini mempersiapkan panggung untuk peristiwa yang akan terjadi berabad-abad kemudian. Ketika Musa memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir, ia membawa serta tulang-tulang Yusuf. Hal ini dijelaskan dalam Keluaran 13:19: "Musa membawa tulang-tulang Yusuf, sebab Yusuf telah menyumpah orang Israel dengan sungguh-sungguh, katanya: 'Allah tentu akan mengingat kamu; oleh sebab itu kamu harus membawa tulang-tulangku dari sini.'" Tindakan ini bukan sekadar upacara penghormatan; ini adalah manifestasi dari kesetiaan Allah terhadap janji-Nya kepada nenek moyang mereka dan penggenapan visi Yusuf yang pernah ia mimpikan dan ceritakan kepada keluarganya.
Oleh karena itu, Kejadian 50:26 bukan hanya sekadar catatan kematian. Ini adalah pengingat akan kebijaksanaan ilahi yang bekerja melalui kehidupan dan bahkan kematian umat-Nya. Ini adalah janji bahwa Allah tidak pernah melupakan umat-Nya, dan bahwa Ia memiliki rencana yang lebih besar yang melampaui pemahaman manusia. Penempatan peti mati Yusuf di Mesir menjadi penanda fisik dari kesetiaan Allah yang tak tergoyahkan, menunggu saatnya ketika bangsa Israel akan dibawa keluar dari perbudakan dan menuju tanah perjanjian mereka, membawa serta warisan dari orang yang telah berjasa besar bagi mereka. Kejadian 50:26 mengingatkan kita bahwa bahkan dalam akhir sebuah kehidupan, ada benih bagi permulaan yang baru, sebuah bukti abadi dari pemeliharaan dan kuasa ilahi.