Kidung Agung 1:7

"Beri tahu aku, wahai engkau yang dikasihi jiwaku, di mana Engkau menggembalakan domba-Mu, di mana Engkau merebahkan kawanan domba-Mu pada tengah hari? Mengapa aku harus seperti perempuan yang sakit-sakitan di dekat kawanan-kawanan teman-temu di Dihlam."

Ayat ketujuh dari pasal pertama Kidung Agung ini merupakan ungkapan kerinduan yang mendalam. Sang kekasih, dalam penantiannya, merasakan sebuah kekosongan dan kegelisahan karena ketidakhadiran orang yang sangat dicintainya. Permintaan "Beri tahu aku" bukanlah sekadar pertanyaan biasa, melainkan sebuah permohonan yang tulus dari hati yang merindu. Ia ingin mengetahui di mana kekasihnya berada, di mana ia menghabiskan waktunya, dan di mana ia memberikan perlindungan bagi kawanan dombanya.

Ungkapan "wahai engkau yang dikasihi jiwaku" menunjukkan betapa dalamnya ikatan emosional dan spiritual yang terjalin. Kekasih ini bukan hanya objek kekaguman fisik, tetapi seseorang yang telah meresap ke dalam inti keberadaan sang kekasih. Kehilangan atau ketidakhadiran kekasih ini meninggalkan rasa sakit yang luar biasa, digambarkan dengan perbandingan "seperti perempuan yang sakit-sakitan di dekat kawanan-kawanan teman-temu di Dihlam."

Kata "menggembalakan" dan "merebahkan kawanan domba" menyiratkan tugas, tanggung jawab, dan pemeliharaan. Sang kekasih digambarkan sebagai seorang gembala yang setia, yang merawat dan melindungi kawanan dombanya. Sang kekasih bertanya di mana gembala itu melakukan tugasnya, menunjukkan keinginannya untuk berada di dekat dan merasakan kepedulian yang sama yang diberikan kepada domba-domba itu. Ada kerinduan untuk berbagi dalam kehidupan dan aktivitas kekasihnya, untuk memahami apa yang menjadi prioritas dan perhatiannya.

Perbandingan dengan "perempuan yang sakit-sakitan" sangatlah kuat. Ini bukan sekadar ketidaknyamanan, tetapi sebuah kondisi yang menyakitkan dan melemahkan. Kehadiran orang lain yang memiliki kebahagiaan ("kawanan teman-teman") justru memperparah rasa sakitnya karena ia merasa terasing dan terpinggirkan dalam kesendiriannya. Di tengah kehangatan dan kedekatan orang lain, ia justru merasakan kepedihan yang mendalam akibat ketiadaan kekasihnya. Ini menekankan betapa vitalnya kehadiran kekasih itu bagi keutuhan dan kebahagiaan sang kekasih.

Kidung Agung 1:7 ini, dalam konteks yang lebih luas, sering diinterpretasikan sebagai gambaran hubungan antara Kristus (sang Gembala yang baik) dengan gereja-Nya (umat pilihan). Kerinduan jiwa untuk mengenal Tuhan lebih dalam, untuk mengetahui di mana Ia bekerja, dan untuk merasakan kehadiran-Nya, tercermin dalam ayat ini. Kita sebagai orang percaya juga sering merasakan kerinduan untuk lebih dekat dengan Sang Pencipta, untuk memahami kehendak-Nya, dan untuk menemukan kedamaian dalam hadirat-Nya.

Permohonan untuk diberitahu lokasi kekasih juga bisa diartikan sebagai keinginan untuk meneladani dan mengikuti jejak-Nya. Di mana pun kekasih berada, di situlah sang kekasih ingin pergi. Ada sebuah dorongan untuk bersama, untuk berbagi dalam perjalanan spiritual, dan untuk menemukan tujuan hidup dalam hubungan yang erat dengan Tuhan. Kerinduan ini adalah awal dari pencarian yang lebih mendalam, sebuah langkah menuju pengenalan diri dan pengenalan akan Sang Ilahi yang tak terbatas.

Dengan demikian, Kidung Agung 1:7 bukan hanya sekadar puisi cinta duniawi, tetapi juga sebuah ekspresi kerinduan spiritual yang mendalam, sebuah panggilan untuk mencari, menemukan, dan menetap dalam kasih ilahi.