Kidung Agung pasal 5 ayat 13 menyajikan gambaran puitis yang mendalam tentang keindahan dan daya tarik kekasih dalam perumpamaan cinta. Ayat ini, "Bibirnya seperti bunga bakung, penuh dengan mur yang berlimpah ruah," adalah salah satu dari sekian banyak metafora indah yang mengisi kitab Kidung Agung. Kitab ini secara keseluruhan sering diinterpretasikan sebagai perumpamaan tentang cinta antara Allah dan umat-Nya, atau cinta antara Kristus dan gereja-Nya, meskipun juga bisa dibaca sebagai perayaan cinta romantis antar manusia.
Dalam ayat ini, perbandingan bibir dengan bunga bakung memberikan kesan kelembutan, kesucian, dan keindahan visual. Bunga bakung dikenal karena kelopaknya yang anggun, seringkali berwarna putih bersih atau merah muda lembut, melambangkan kemurnian dan daya tarik yang menawan. Ketika dikatakan bibirnya "seperti bunga bakung," ini menyiratkan bahwa bibir kekasih itu tidak hanya indah dipandang, tetapi juga mungkin memancarkan kesegaran dan kelembutan dalam perkataan.
Lebih lanjut, perumpamaan ini diperkaya dengan frase "penuh dengan mur yang berlimpah ruah." Mur adalah getah yang harum, yang digunakan dalam minyak urapan, dupa, dan obat-obatan sejak zaman kuno. Kehadiran mur menyiratkan aroma yang manis dan menenangkan, yang memberikan sensasi kesegaran dan nilai spiritual. Dalam konteks ini, mur yang berlimpah ruah pada bibir kekasih menunjukkan bahwa perkataan atau bahkan kehadiran kekasih itu memancarkan keharuman rohani, kebijaksanaan, dan kedamaian yang melimpah. Ini bukan sekadar keindahan fisik, tetapi juga keindahan batin yang memancar keluar.
Dalam perspektif rohani, ayat ini bisa diartikan sebagai gambaran kasih ilahi yang begitu berlimpah dan harum. Bibir Kristus, misalnya, dapat diibaratkan sebagai sumber firman-Nya yang suci dan penuh kasih, yang memberikan kehidupan dan kesegaran rohani bagi umat-Nya. Setiap perkataan yang keluar dari bibir-Nya adalah obat bagi jiwa yang lelah, dan keharuman mur melambangkan pengorbanan-Nya yang penuh kasih. Cinta ilahi ini tidak hanya indah dan murni, tetapi juga membawa berkat dan kesembuhan yang melimpah.
Penggunaan metafora bunga bakung dan mur secara bersamaan menciptakan gambaran yang kaya dan multi-dimensi. Ini mengingatkan kita bahwa keindahan sejati seringkali merupakan perpaduan antara rupa luar yang memikat dan kualitas batin yang murni dan berharga. Dalam hubungan antarmanusia, ayat ini dapat menjadi pengingat untuk menghargai tidak hanya penampilan, tetapi juga kebaikan hati dan kebenaran perkataan pasangan kita. Dalam ranah spiritual, ini adalah undangan untuk merenungkan kedalaman cinta Allah yang tak terhingga, yang diwujudkan melalui perkataan dan tindakan-Nya yang selalu memancarkan keharuman kasih dan kebenaran.