"Kepala engkau seperti gunung Karmel, dan rambut kepalamu seperti ungu tua; raja terikat pada untaiannya."
Kidung Agung 7:5 menyajikan sebuah gambaran yang begitu kaya akan keindahan dan daya pikat. Ayat ini bukan sekadar deskripsi fisik semata, melainkan sebuah metafora mendalam tentang daya tarik yang mempesona, yang mampu mengikat hati seorang raja. Perumpamaan kepala sang kekasih seperti "gunung Karmel" membangkitkan imaji tentang kemegahan, kesuburan, dan kekuatan alam yang luar biasa. Gunung Karmel dalam tradisi kuno dikenal sebagai tempat yang subur, dipenuhi keindahan flora, dan memiliki aura yang agung. Hal ini menyiratkan bahwa kekasih memiliki penampilan yang memukau, anggun, dan penuh kehidupan.
Selanjutnya, rambutnya digambarkan seperti "ungu tua". Warna ungu dalam konteks sejarah seringkali diasosiasikan dengan kemewahan, kekayaan, dan status bangsawan. Rambut yang digambarkan seperti benang-benang ungu tua menunjukkan kedalaman, keanggunan, dan sebuah keindahan yang sulit ditandingi. Ini bukan sekadar warna rambut, tetapi melambangkan aura misteri dan daya tarik yang eksotis. Kombinasi kedua gambaran ini – kemegahan gunung Karmel dan kemewahan ungu tua – menciptakan citra seorang pribadi yang memiliki keindahan menyeluruh, baik dari segi kehadiran maupun detail penampilannya.
Bagian akhir dari ayat ini, "raja terikat pada untaiannya," adalah inti dari pesan yang disampaikan. Keindahan fisik dan aura yang dipancarkan oleh sang kekasih ternyata memiliki kekuatan yang luar biasa, bahkan mampu "mengikat" seorang raja. Dalam konteks Kitab Kidung Agung, "raja" seringkali merujuk pada Sulaiman, yang dikenal sebagai raja bijaksana dan berkuasa. Bahwa seorang raja sekuat dan sepintar dia bisa terikat oleh "untaian" rambut menunjukkan betapa dahsyatnya daya tarik yang dimiliki kekasih. Ini bukan sekadar ketertarikan fisik sesaat, tetapi sebuah ikatan emosional dan spiritual yang mendalam.
"Untaiannya" bisa diartikan secara harfiah sebagai rambut yang indah, atau secara metaforis sebagai keseluruhan pesona dan daya tarik yang memancar dari sang kekasih. Ia tidak perlu berusaha keras untuk memikat, melainkan keindahan sejatinya itulah yang menjadi penjerat hati. Ayat ini mengajarkan tentang kekuatan keindahan yang tulus dan otentik, yang tidak hanya memanjakan mata tetapi juga menyentuh jiwa, menciptakan sebuah koneksi yang kuat dan tak terpatahkan. Ini adalah pujian tertinggi atas daya tarik seorang kekasih yang membuat yang terhebat pun rela terikat.
Dalam kehidupan modern, Kidung Agung 7:5 dapat menjadi pengingat bahwa keindahan sejati bukan hanya tentang penampilan luar, tetapi juga tentang bagaimana kita memancarkan kehidupan, keanggunan, dan daya tarik yang mendalam. Baik dalam hubungan romantis maupun dalam hubungan antarmanusia secara umum, keindahan otentik memiliki kekuatan untuk menciptakan ikatan yang berarti dan bertahan lama, menginspirasi kekaguman dan rasa hormat dari mereka yang melihatnya.