Kisah Rasul 17:24 - Allah Pencipta Semesta

"Allah yang menjadikan alam semesta dan segala isinya, Ia adalah Tuhan langit dan bumi dan tidak diam dalam kuil-kuil yang dibuat oleh tangan manusia."
Allah

Ayat yang tertera dalam Kisah Rasul 17:24 memberikan sebuah penegasan fundamental mengenai hakikat Allah dalam kekristenan. Rasul Paulus, dalam salah satu khotbahnya yang paling terkenal di Athena, menyampaikan kebenaran tentang Sang Pencipta yang transenden dan tak terbatas. Pernyataan bahwa "Allah yang menjadikan alam semesta dan segala isinya" bukanlah sekadar retorika, melainkan sebuah fondasi keyakinan yang mendalam. Ia adalah sumber dari segala keberadaan, dari partikel terkecil hingga galaksi terbesar yang membentang di jagat raya. Keagungan ciptaan-Nya menjadi saksi bisu bagi kekuatan dan kebijaksanaan-Nya yang tak tertandingi.

Lebih lanjut, ayat ini menguraikan bahwa Allah adalah "Tuhan langit dan bumi". Ini berarti kekuasaan-Nya tidak terbatas pada satu wilayah atau dimensi saja. Ia menguasai seluruh kosmos, dari alam surgawi yang tak terjangkau oleh mata manusia, hingga seluruh planet yang kita tinggali. Tidak ada celah di alam semesta yang luput dari perhatian dan kendali-Nya. Pernyataan ini menyoroti kebesaran dan kedaulatan-Nya yang mutlak. Sebaliknya, ayat ini juga dengan tegas menyatakan bahwa Ia "tidak diam dalam kuil-kuil yang dibuat oleh tangan manusia". Ini adalah pukulan telak bagi kepercayaan politeistik dan penyembahan berhala yang umum pada masa itu, di mana manusia membangun tempat ibadah dan patung untuk mewakili dewa-dewa mereka.

Allah yang sejati tidak terikat oleh materi, tidak dapat dibatasi oleh bangunan fisik, atau bahkan dipersonifikasikan dalam bentuk patung. Keberadaan-Nya yang rohani dan tak kasat mata menuntut umat manusia untuk mendekat kepada-Nya melalui hati dan roh, bukan melalui ritual eksternal semata yang dibangun di atas material buatan tangan. Hal ini membedakan ajaran Kristen secara fundamental dari banyak agama dan filsafat dunia. Fokusnya bergeser dari kepatuhan pada ritual yang bersifat ritualistik, menuju hubungan personal yang intim dengan Sang Pencipta.

Kisah Rasul 17:24 mengundang kita untuk merenungkan kembali bagaimana kita memandang Allah dan bagaimana kita berinteraksi dengan-Nya. Apakah kita cenderung membatasi-Nya dalam pemahaman atau praktik keagamaan kita yang sempit? Atau apakah kita terbuka untuk mengakui kebesaran-Nya yang tak terhingga, sebagai Pencipta segala sesuatu yang ada? Pemahaman ini mendorong kita untuk hidup dengan kerendahan hati, mengakui ketergantungan kita pada-Nya, dan mencari kebenaran-Nya yang melampaui segala pemahaman manusia. Dengan demikian, kita dapat mengalami kedekatan dengan Allah yang sejati, bukan hanya sebagai Penguasa alam semesta, tetapi juga sebagai Bapa yang mengasihi kita.