Kisah Para Rasul 26:9 mencatat sebuah pengakuan yang sangat mendalam dari Rasul Paulus. Dalam konteks persidangan di hadapan Raja Agripa, Paulus menceritakan perjalanan hidupnya, terutama perjalanannya dari seorang penganiaya gereja menjadi seorang penginjil yang gigih. Pengakuan ini membuka jendela untuk memahami pergulatan batin yang ia alami sebelum mengalami perubahan radikal dalam hidupnya.
Sebelum bertemu dengan Yesus di jalan menuju Damsyik, Paulus, yang saat itu masih dikenal sebagai Saulus, memiliki keyakinan yang kuat bahwa ia sedang melakukan kehendak Allah. Ia memegang teguh Taurat Musa dan tradisi Yahudi dengan sangat fanatik. Bagi Saulus, Yesus dari Nazaret adalah seorang penyesat, dan para pengikut-Nya adalah ancaman terhadap kemurnian agama Yahudi. Oleh karena itu, ia merasa berkewajiban untuk "melakukan banyak hal yang bertentangan dengan Nama Yesus". Tindakan penganiayaan terhadap orang Kristen, termasuk memenjarakan dan bahkan menyetujui hukuman mati, dianggapnya sebagai tindakan yang benar dan perlu untuk menjaga kesucian agama yang ia cintai.
Pengakuan ini menunjukkan betapa kuatnya prasangka dan kesalahpahaman yang dimilikinya. Ia bertindak berdasarkan apa yang ia yakini sebagai kebenaran, namun keyakinan tersebut ternyata dibangun di atas fondasi yang keliru. Perkataan "aku wajib melakukan" menggambarkan rasa tanggung jawab yang ia pikul, yang membuatnya aktif dalam menindas jemaat Kristen. Ia percaya bahwa ia sedang melayani Allah dengan cara memerangi ajaran yang dianggapnya sesat.
Perubahan yang dialami Paulus bukanlah perubahan kecil. Ia berbalik 180 derajat dari seorang yang memusuhi menjadi seorang yang paling bersemangat untuk memberitakan Nama Yesus. Pengalaman transformasinya di jalan menuju Damsyik, di mana ia bertemu langsung dengan Yesus yang bangkit, menjadi titik balik yang fundamental. Pertemuan ini bukan hanya mengubah pandangannya terhadap Yesus, tetapi juga terhadap seluruh misinya dalam hidup.
Kisah ini mengajarkan kita pentingnya pemeriksaan diri dan kerendahan hati dalam memegang keyakinan. Seringkali, kita bisa saja bersemangat dalam mempertahankan apa yang kita yakini, namun tanpa menyadari bahwa keyakinan tersebut mungkin perlu direvisi atau bahkan diubah total. Paulus, melalui pengakuannya, memberikan contoh bahwa setiap orang bisa mengalami titik balik, di mana kebenaran yang sebelumnya tersembunyi kini tersingkap. Kisah rasul 26:9 bukan hanya tentang Paulus, tetapi juga merupakan pengingat bagi kita untuk selalu terbuka terhadap kebenaran dan tidak menjadi dogmatis dalam pemahaman kita.
Perkataan Paulus ini mengingatkan kita bahwa tidak jarang orang yang paling gigih dalam melawan suatu keyakinan justru adalah mereka yang belum sepenuhnya memahami kebenaran yang mereka tentang. Penganiayaan yang dilakukan Saulus terhadap gereja adalah bukti dari keyakinan yang kuat namun salah arah. Kesaksiannya di hadapan Raja Agripa menjadi kesaksian akan kuasa kasih karunia Allah yang dapat mengubah hati yang paling keras sekalipun.
Ilustrasi simbolis perubahan arah dan keyakinan.