Kisah Para Rasul pasal 27 hingga 35 mencatat perjalanan penting dan ujian berat yang dihadapi Rasul Paulus dalam pelayaran menuju Roma, serta masa penahanannya di sana. Peristiwa-peristiwa ini tidak hanya menunjukkan ketahanan fisik dan spiritual Paulus, tetapi juga kedaulatan Allah yang bekerja melalui segala keadaan, bahkan di tengah badai dan perbudakan.
Perjalanan laut yang penuh bahaya.
Kisah Para Rasul 27 dimulai dengan pengiriman Paulus ke Roma sebagai tahanan. Ia naik kapal bersama tahanan lain dan para pelaut di bawah pengawasan seorang perwira Romawi bernama Yulius. Pelayaran ini dimulai dengan relatif baik, namun segera berubah menjadi ujian yang mengerikan ketika mereka mencapai Laut Adriatik.
Cuaca memburuk drastis, mengakibatkan badai yang ganas. Kapal terombang-ambing tanpa kendali, dan para awak serta penumpang dilanda keputusasaan. Di tengah situasi genting ini, Rasul Paulus muncul sebagai sosok yang tenang dan penuh harapan. Ia mengingatkan semua orang bahwa tidak ada jiwa yang akan hilang, meskipun kapal akan hancur, berdasarkan wahyu yang diterimanya dari Allah.
Penting untuk dicatat bagaimana Paulus, meskipun seorang tahanan, memegang peran sentral dalam menjaga semangat dan memberikan arahan. Ia tidak hanya pasif menerima nasib, tetapi aktif berdoa, memberi nasihat, dan bahkan mendorong orang lain untuk makan demi kekuatan.
Setelah berhari-hari terombang-ambing, kapal akhirnya kandas di sebuah pulau yang kemudian diketahui bernama Malta. Semua orang berhasil mencapai daratan dengan selamat, meskipun sebagian besar harta benda mereka hilang. Penduduk pulau, yang awalnya dianggap kasar, ternyata sangat baik hati kepada para penumpang yang terdamuk.
Di Malta, Paulus kembali menunjukkan tanda-tanda karunia ilahi. Saat ia mengumpulkan kayu bakar untuk menyalakan api, seekor ular berbisa menggigit tangannya. Namun, alih-alih celaka, Paulus mengguncangkan ular itu ke dalam api dan tidak menderita apa pun. Penduduk pulau menyaksikan hal ini dan mulai menganggapnya sebagai dewa. Paulus juga kemudian menyembuhkan banyak orang sakit di pulau itu, termasuk kepala distrik pulau, Publius.
Setelah tiga bulan di Malta, Paulus dan rombongannya melanjutkan perjalanan mereka ke Roma menggunakan kapal lain. Akhirnya, ia tiba di Roma, di mana ia diizinkan tinggal di rumahnya sendiri dengan pengawal. Ini adalah pemenuhan janji Allah kepadanya bahwa ia akan bersaksi di hadapan Kaisar.
Meskipun dalam status tahanan rumah, Paulus tidak tinggal diam. Ia mengadakan pertemuan dengan para pemimpin Yahudi setempat, menjelaskan kesaksiannya tentang Yesus Kristus. Ketika sebagian besar dari mereka tidak percaya, Paulus mengalihkan perhatiannya kepada orang-orang bukan Yahudi.
Pasal-pasal selanjutnya, terutama hingga 28:31, menggambarkan bagaimana Paulus "memberitakan Kerajaan Allah dan mengajar mereka tentang Tuhan Yesus Kristus dengan terus terang, tanpa sedikit pun rintangan." Ia terus melayani, berkhotbah, dan menulis surat-surat penting bagi gereja-gereja di bawah kurungan. Kisah ini berakhir dengan Paulus hidup "dua tahun penuh di rumah yang disewanya sendiri itu, menyambut semua orang yang datang kepadanya. Dengan terus terang ia memberitakan Kerajaan Allah dan mengajar tentang Tuhan Yesus Kristus, tanpa sedikit pun rintangan."
Kisah rasul 27-35 memberikan banyak pelajaran berharga. Pertama, ini adalah bukti iman yang teguh dalam menghadapi kesulitan ekstrem. Paulus tidak pernah kehilangan pengharapannya karena ia berakar pada Allah. Kedua, ini menunjukkan campur tangan ilahi dalam kehidupan orang-orang percaya. Meskipun ada rencana manusia, Allah berdaulat atas segala situasi.
Ketiga, ini menegaskan bahwa pelayanan tidak terhenti oleh keadaan. Paulus terus memberitakan Injil meskipun dibelenggu. Terakhir, kisah ini adalah kesaksian tentang kekuatan Injil yang menjangkau semua orang, baik Yahudi maupun bukan Yahudi, melalui kesaksian para rasul.