"Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru."
Ayat indah dari Kitab Kisah Para Rasul pasal 4 ayat 11 ini, "Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru," adalah kutipan dari Mazmur 118:22. Kutipan ini diucapkan oleh Rasul Petrus di hadapan Mahkamah Agama Yahudi, Sanhedrin, setelah ia dan Yohanes menyembuhkan seorang pria lumpuh di Gerbang Indah Bait Allah. Kejadian ini merupakan puncak dari pengalaman para rasul yang semakin berani dalam memberitakan Injil Yesus Kristus, meskipun menghadapi penolakan dan ancaman dari para pemimpin agama saat itu.
Pada masa itu, para pemimpin agama Yahudi melihat Yesus sebagai ancaman terhadap otoritas dan tradisi mereka. Mereka telah menyalibkan Yesus, dan kini mereka berusaha membungkam para pengikut-Nya. Namun, kesaksian para rasul, yang didukung oleh tanda-tanda dan mukjizat yang mereka lakukan, semakin banyak menarik perhatian orang banyak. Petrus, dengan keyakinan yang kokoh, menegaskan bahwa penyembuhan pria lumpuh itu bukan karena kekuatan atau kesalehan mereka, melainkan oleh kuasa Yesus Kristus yang telah dibangkitkan.
Di sinilah letak makna mendalam dari ungkapan "batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan". Para "tukang bangunan" dalam konteks ini merujuk pada para pemimpin agama Yahudi, yang merupakan penentu utama dalam pembangunan dan pemeliharaan "rumah Tuhan" atau umat Allah pada masa itu. Mereka seharusnya mengenali dan menerima Mesias yang dijanjikan, Yesus Kristus. Namun, karena kesombongan, ketidakpercayaan, dan ketakutan mereka, mereka justru menolak Yesus, bahkan sampai menyerahkan-Nya untuk disalibkan. Dalam pandangan mereka, Yesus adalah batu yang cacat, batu yang tidak berguna, dan pantas dibuang.
Namun, apa yang dianggap sebagai kelemahan dan penolakan oleh manusia, justru menjadi rencana dan kehendak ilahi yang sempurna. Yesus, yang ditolak oleh para pemimpin agama, justru menjadi "batu penjuru" yang paling penting. Batu penjuru adalah batu utama yang diletakkan di sudut sebuah bangunan, yang menentukan ketepatan dan kestabilan seluruh struktur bangunan. Tanpa batu penjuru yang kokoh, sebuah bangunan tidak akan bisa berdiri tegak. Demikian pula, Yesus Kristus adalah dasar dari iman Kristen. Seluruh ajaran, kehidupan, dan keselamatan yang kita miliki berpusat pada Dia.
Kisah ini mengajarkan kita beberapa kebenaran penting. Pertama, bahwa penolakan manusia terhadap kebenaran Tuhan tidak akan pernah bisa menggagalkan rencana-Nya. Apa yang tampak sebagai kegagalan atau kelemahan bagi dunia seringkali justru menjadi alat Tuhan untuk menunjukkan kuasa dan kemuliaan-Nya. Kedua, Yesus Kristus adalah pusat dari segalanya. Tanpa Dia, iman kita tidak memiliki dasar. Mengakui Dia sebagai batu penjuru berarti menempatkan Dia sebagai yang terutama dalam hidup kita, menjadi dasar keyakinan kita, dan mengarahkan seluruh hidup kita sesuai dengan ajaran-Nya.
Dalam konteks gereja, para rasul dan pengikut Kristus yang awal adalah bagian dari bangunan rohani ini. Mereka, yang mungkin dianggap sebagai orang-orang awam atau bahkan sesat oleh para pemimpin agama, justru menjadi "batu" yang diletakkan di atas fondasi Yesus Kristus, membangun gereja-Nya. Kisah ini terus menginspirasi umat percaya untuk tetap teguh dalam iman, bersaksi tentang Kristus, dan memahami bahwa Dia adalah pribadi yang tak tergantikan dalam rencana keselamatan Allah.