Sebuah Tawar-menawar yang Berujung Tragedi
Ayat Lukas 23:20 mencatat momen krusial dalam peristiwa penyaliban Yesus. Pilatus, gubernur Romawi di Yudea, berada dalam posisi yang sulit. Ia dihadapkan pada tuntutan massa yang dipimpin oleh para pemimpin agama Yahudi untuk menghukum mati Yesus. Namun, dalam hati nuraninya, Pilatus tampaknya ragu. Ia menyadari bahwa motif di balik tuntutan itu bukanlah kesalahan serius yang dilakukan Yesus, melainkan kecemburuan dan kedengkian.
Untuk meredakan ketegangan dan mungkin mencari jalan keluar yang lebih manusiawi, Pilatus menggunakan sebuah kebiasaan yang lazim dilakukan pada perayaan Paskah di Yerusalem: membebaskan seorang tahanan politik atas pilihan rakyat. Ia berpikir, jika rakyat diberi pilihan antara membebaskan Yesus atau seorang penjahat bernama Barabas, mereka akan memilih Yesus, yang terlihat tidak bersalah. Maka, ia berteriak kepada mereka, "Hendaklah kamu melepaskan seorang bagimu pada hari Paskah."
Risiko dan Konsekuensi
Tawaran Pilatus ini bukanlah sekadar kebaikan hati. Ia mungkin juga melihatnya sebagai cara untuk menguji kesetiaan orang banyak kepada Yesus, atau bahkan sebagai taktik politik untuk lepas tangan dari tanggung jawab jika terjadi sesuatu yang buruk. Namun, Pilatus meremehkan kekuatan pengaruh dan hasutan yang telah ditabur oleh para pemimpin agama Yahudi.
Seruan Pilatus tersebut justru membuka celah bagi ketegangan untuk semakin memanas. Ia memberikan "kesempatan" bagi massa untuk membuat pilihan yang akan berdampak besar, bukan hanya bagi Yesus, tetapi juga bagi sejarah. Pilihan antara kebaikan dan kejahatan, antara kebenaran dan kebohongan, terbentang di hadapan mereka.
Pilihan yang Mengubah Dunia
Kisah ini mengajarkan kita tentang kekuatan pilihan dan konsekuensi yang menyertainya. Seringkali, dalam kehidupan kita sendiri, kita dihadapkan pada persimpangan jalan yang serupa. Apakah kita akan memilih jalan yang benar, meskipun sulit, ataukah kita akan terbawa arus opini publik atau kepentingan sesaat?
Pilatus, meskipun berusaha mencari jalan tengah, akhirnya menyerah pada tekanan massa. Keputusannya untuk mengikuti keinginan mereka, alih-alih berpegang teguh pada keadilan, membawa tragedi yang tak terbayangkan. Lukas 23:20 mengingatkan kita untuk selalu mempertimbangkan dengan matang setiap pilihan, terutama ketika menyangkut kebenaran, keadilan, dan kehidupan orang lain. Seruan Pilatus itu, yang dimaksudkan untuk memberi kebebasan, justru menjadi awal dari sebuah penolakan yang mengerikan.