"Aku akan mempersembahkan korban syukur kepada-Mu dan akan menyebut nama TUHAN."
Sebuah representasi visual dari perjalanan penuh syukur.
Mazmur 116:18 adalah sebuah pernyataan iman yang kuat dan sederhana, merangkum esensi dari sebuah hati yang penuh rasa syukur kepada Tuhan. Ayat ini bukan hanya sekadar rangkaian kata, melainkan sebuah janji dan sebuah pengakuan atas kebaikan, pemeliharaan, dan penyelamatan yang telah diterima dari Sang Pencipta. Ketika seseorang menyatakan, "Aku akan mempersembahkan korban syukur kepada-Mu dan akan menyebut nama TUHAN," ia sedang mengartikulasikan sebuah komitmen mendalam untuk tidak melupakan perbuatan ajaib Tuhan dalam hidupnya.
Di tengah berbagai ujian dan tantangan kehidupan, mudah bagi manusia untuk merasa kecil, putus asa, atau bahkan melupakan sumber kekuatan sejatinya. Namun, pemazmur di sini mengingatkan kita akan pentingnya untuk secara sadar mengingat dan menghargai kasih karunia Tuhan. Persembahan korban syukur di zaman Perjanjian Lama memiliki makna yang sangat sakral. Itu adalah tindakan fisik yang menggambarkan penyerahan diri, pengakuan atas dosa, dan ekspresi terima kasih atas pengampunan dan berkat yang tak terhingga. Meskipun ritual persembahan korban secara fisik mungkin telah berubah, semangat di baliknya tetap relevan: sebuah dedikasi hati yang tulus untuk menghormati Tuhan.
Lebih dari sekadar ritual, "menyebut nama TUHAN" adalah tindakan yang mengandung kekuatan transformatif. Menyebut nama Tuhan berarti mengakui kedaulatan-Nya, kuasa-Nya, kasih-Nya, dan kesetiaan-Nya. Ini adalah pengakuan bahwa Dialah sumber segala kebaikan dan harapan kita. Dalam kesusahan, menyebut nama-Nya membawa penghiburan dan kekuatan. Dalam sukacita, menyebut nama-Nya meningkatkan rasa syukur dan memperdalam hubungan.
Ayat ini mengajarkan kita untuk tidak pernah merasa berhak atas berkat-berkat yang kita terima. Setiap napas, setiap kesempatan, setiap anugerah adalah pemberian dari Tuhan. Oleh karena itu, respons yang pantas adalah hati yang rendah hati dan penuh terima kasih. Persembahan syukur kita tidak harus berupa materi yang besar, tetapi bisa berupa kesaksian hidup, pelayanan kepada sesama, doa yang tak henti-hentinya, dan hati yang selalu siap memuji.
Mazmur 116:18 menginspirasi kita untuk menjadikan rasa syukur sebagai gaya hidup. Bukan hanya pada saat-saat besar ketika kita melihat campur tangan Tuhan yang dramatis, tetapi juga dalam perkara-perkara kecil yang seringkali terlewatkan. Ketika kita secara konsisten mempersembahkan korban syukur dan terus menyebut nama-Nya, kita membangun fondasi spiritual yang kokoh, di mana iman kita tumbuh semakin kuat dan hubungan kita dengan Tuhan semakin dalam. Inilah janji dari ayat ini: sebuah undangan untuk hidup dalam kesadaran akan kebaikan Tuhan yang tiada habisnya.