Air Mata Kehidupan Kitab Suci Pelajaran

Mazmur 119:136

"Sungai-sungai air mataku mengalir, karena orang tidak berpegang pada Taurat-Mu."

Ayat Mazmur 119:136 ini, di tengah kekayaan dan kedalaman Firman Tuhan yang terlukis dalam pasal terpanjang dalam Alkitab, memancarkan ungkapan emosi yang mendalam dan universal: kesedihan yang meluap-luap akibat ketidaktaatan manusia terhadap hukum Tuhan. Penulis Mazmur, yang sering diidentikkan dengan Raja Daud, mengekspresikan pergumulannya yang mendalam terhadap kondisi spiritual di sekitarnya. Kata "sungai-sungai air mataku" bukanlah sekadar metafora untuk tangisan biasa, melainkan gambaran kesedihan yang begitu pekat, bagai aliran air yang tak terbendung, mengalir tanpa henti.

Inti dari kesedihan ini adalah fakta bahwa "orang tidak berpegang pada Taurat-Mu." Taurat, dalam konteks Perjanjian Lama, merujuk pada ajaran, hukum, dan petunjuk Tuhan yang diwahyukan. Ini bukan sekadar seperangkat aturan yang kaku, melainkan jalan hidup yang dirancang untuk membawa berkat, keadilan, dan keharmonisan bagi umat-Nya. Ketika manusia mengabaikan atau bahkan menolak Taurat ini, mereka sesungguhnya sedang menolak kebijaksanaan dan kebaikan Sang Pencipta. Akibatnya adalah kekacauan, ketidakadilan, dan kehancuran moral yang memicu kepedihan mendalam bagi jiwa yang peka terhadap kehendak Tuhan.

Bagi penulis Mazmur, mengamati orang lain berpaling dari jalan Tuhan adalah sebuah tragedi. Ini bukan tentang penghakiman picik, melainkan kepedihan atas potensi yang terbuang, atas hubungan yang rusak dengan Ilahi, dan atas konsekuensi buruk yang pasti akan dihadapi oleh mereka yang menjauh dari sumber kehidupan. Air mata yang mengalir adalah ekspresi dari hati yang terluka, yang merindukan kebenaran dan keadilan ditegakkan. Ini menunjukkan betapa pentingnya hukum Tuhan bagi penulis Mazmur, menjadikannya sumber sukacita, penghiburan, dan panduan hidup.

Dalam konteks kekristenan modern, prinsip yang terkandung dalam Mazmur 119:136 tetap relevan. Meskipun kita hidup di bawah Perjanjian Baru yang berpusat pada kasih karunia Yesus Kristus, ajaran dan prinsip-prinsip moral serta spiritual yang terkandung dalam Firman Tuhan tetap menjadi landasan yang kokoh. Mengamati tren dunia yang semakin menjauh dari nilai-nilai ilahi, serta menyaksikan dampak negatifnya, dapat menimbulkan kepedihan yang sama. Ini mendorong kita untuk semakin merangkul dan memegang teguh Firman Tuhan dalam kehidupan kita sendiri, serta berdoa dan berupaya untuk membawa cahaya kebenaran kepada mereka yang tersesat. Ayat ini mengingatkan kita bahwa kesetiaan pada kehendak Tuhan adalah hal yang patut diperjuangkan, bahkan jika itu berarti meneteskan air mata kepedihan di tengah dunia yang seringkali acuh tak acuh.

Lebih jauh lagi, Mazmur 119:136 juga dapat menginspirasi kita untuk merefleksikan hubungan pribadi kita dengan Tuhan. Apakah kita telah cukup memegang teguh ajaran-Nya? Apakah hati kita pedih ketika kita melihat diri sendiri atau orang lain menyimpang dari jalan kebenaran? Ayat ini adalah panggilan untuk introspeksi, sekaligus pengingat akan belas kasihan Tuhan yang tak terbatas bagi mereka yang bertobat dan kembali kepada-Nya. Air mata yang tulus adalah tanda hati yang merindukan penyucian, dan seringkali menjadi awal dari pemulihan dan pembaruan.

Temukan lebih banyak renungan tentang firman Tuhan di Alkitab Online.