"Dengarlah, hai segala bangsa-bangsa! Perhatikanlah, wahai bumi serta segala isinya! Dan Tuhan Allah akan menjadi saksi terhadap kamu, ya Tuhan dari Bait-Nya yang kudus." (Mikha 1:2)
Kitab Mikha, bab 1 hingga 3, menyajikan pesan kenabian yang kuat tentang penghakiman ilahi terhadap bangsa Israel dan Yehuda. Nabi Mikha, yang berasal dari Moresyet, sebuah kota di wilayah Yehuda, memiliki visi profetik yang tajam, menyoroti dosa-dosa bangsa dan konsekuensinya yang tak terhindarkan. Pesan yang disampaikan dalam pasal-pasal awal ini bersifat mendesak dan sering kali menggugah, mengajak umat Tuhan untuk merenungkan kesetiaan mereka kepada perjanjian dan standar keadilan yang tinggi.
Bab pertama dari kitab Mikha dibuka dengan pengumuman penghakiman Tuhan yang akan datang. Tuhan menyatakan diri-Nya akan turun dari tempat kediaman-Nya yang kudus untuk menginjak tinggi-tinggi seluruh bumi. Tujuan penghakiman ini adalah untuk menghukum dosa-dosa umat-Nya, yang terwujud dalam ketidakadilan, penyembahan berhala, dan keserakahan. Mikha menggunakan metafora yang kuat, menggambarkan gunung-gunung meleleh seperti lilin di hadapan Tuhan dan lembah-lembah terbelah, menandakan kekuatan destruktif dari murka ilahi yang diarahkan pada dosa. Fokus utama pada awal pasal ini adalah penghakiman atas Samaria, ibu kota Kerajaan Utara Israel, karena dosa-dosa mereka, dan juga Yerusalem, ibu kota Kerajaan Selatan Yehuda, karena ketidaktaatan mereka yang serupa.
Meskipun penuh dengan peringatan akan hukuman, kitab Mikha, terutama pada pasal-pasal awal ini, juga mengandung seruan untuk pertobatan dan keadilan. Mikha mengkritik para pemimpin Israel dan Yehuda, baik raja, hakim, nabi, maupun imam, yang telah menyalahgunakan kekuasaan mereka. Mereka menindas yang lemah, mengabaikan keadilan, dan hidup dalam kemewahan yang dibangun di atas penderitaan orang lain. Pasal 2 menguraikan bagaimana para pemimpin merencanakan kejahatan di ranjang mereka dan melaksanakannya di pagi hari. Pasal 3 secara tegas menyatakan bahwa para pemimpin bangsa adalah pemakan daging umat Tuhan, menguliti mereka hidup-hidup dan mematahkan tulang-tulang mereka.
Pesan Mikha mengingatkan bahwa hubungan umat Tuhan dengan-Nya bukan hanya tentang ibadah ritual, tetapi juga tentang praktik keadilan sosial. Tuhan tidak senang dengan persembahan kurban jika itu tidak dibarengi dengan hati yang benar dan tindakan yang adil. Dalam Mikha 6:8, ayat yang sangat terkenal, Nabi menyatakan inti dari apa yang dituntut Tuhan: "Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik, dan apakah yang dituntut TUHAN daripadamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan rendah hati berjalan dengan Allahmu." Pesan ini merupakan inti dari kebenaran yang diajarkan oleh Mikha 1-3, menekankan bahwa integritas moral dan kepedulian terhadap sesama adalah bagian integral dari kesalehan sejati.
Di tengah gambaran penghakiman yang suram, ada secercah harapan yang tersirat, yang kemudian akan berkembang dalam pasal-pasal selanjutnya. Pesan penghakiman ini juga dimaksudkan untuk membersihkan bangsa agar pemulihan dapat terjadi. Tuhan berdaulat atas sejarah dan meskipun ia menghukum dosa, ia juga memiliki rencana untuk memulihkan umat-Nya. Kitab Mikha pada akhirnya membawa pesan pengharapan tentang kedatangan Mesias yang akan membawa keadilan dan kedamaian yang abadi. Namun, sebelum pemulihan, umat harus menghadapi konsekuensi dari dosa-dosa mereka dan bertobat.
Pesan-pesan dalam Mikha 1-3 relevan hingga kini. Ia mengingatkan kita bahwa Tuhan adalah Tuhan yang adil dan kudus, yang tidak menoleransi dosa. Ia juga mengingatkan kita bahwa kebenaran dan keadilan harus menjadi prinsip utama dalam kehidupan kita, baik secara pribadi maupun kolektif. Keadilan bukanlah sekadar konsep, tetapi sebuah tuntutan ilahi yang harus dihayati dalam setiap aspek kehidupan.