"Dan kota itu luas sekali, tetapi penduduknya yang dihuni sedikit orangnya, dan rumah-rumah belum didirikan." (Nehemia 7:4)
Ayat dari Kitab Nehemia, pasal 7 ayat 4, memberikan sebuah gambaran yang menarik tentang kondisi Yerusalem setelah para tawanan kembali dari pembuangan Babel. Meskipun kota ini telah direstorasi dan temboknya telah selesai dibangun kembali dengan susah payah, ayat ini mencatat bahwa "kota itu luas sekali, tetapi penduduknya yang dihuni sedikit orangnya, dan rumah-rumah belum didirikan." Pernyataan ini bukan sekadar deskripsi geografis, melainkan dapat diinterpretasikan lebih dalam sebagai sebuah pelajaran berharga bagi kehidupan bergereja dan komunal saat ini, khususnya dalam hal organisasi, pertumbuhan, dan pemanfaatan sumber daya.
Konteks Nehemia 7:4 menggambarkan sebuah situasi di mana infrastruktur fisik kota, yaitu tembok, telah selesai dibangun. Ini adalah pencapaian yang luar biasa, menunjukkan ketekunan dan kepemimpinan Nehemia. Namun, di balik tembok yang kokoh itu, terdapat kekosongan yang signifikan. Kota yang luas, yang seharusnya menjadi pusat kehidupan dan aktivitas, ternyata memiliki populasi yang minim dan sebagian besar lahan masih kosong tanpa bangunan. Hal ini menyiratkan bahwa pembangunan fisik semata tidaklah cukup untuk menghidupkan sebuah komunitas atau gereja.
Dalam konteks gereja, kita bisa melihat paralel yang serupa. Terkadang, sebuah gereja mungkin memiliki bangunan fisik yang megah, program-program yang berlimpah, atau bahkan struktur organisasi yang mapan. Namun, jika jumlah jemaat yang aktif, yang benar-benar terlibat dan berpartisipasi dalam kehidupan gereja, masih sedikit, maka gereja tersebut bisa jadi seperti kota yang luas namun sedikit penghuninya. Ini menimbulkan pertanyaan penting: bagaimana kita bisa mengisi ruang yang ada dengan kehidupan rohani yang sehat dan pertumbuhan yang nyata?
Ayat ini secara implisit menyoroti perlunya organisasi yang efektif. Nehemia, sebagai pemimpin, sangat peduli dengan tata kelola dan pemanfaatan sumber daya yang ada. Setelah tembok selesai, langkah selanjutnya adalah mengisi kota dengan kehidupan. Ini membutuhkan perencanaan, penataan, dan bahkan pendataan penduduk yang akurat, seperti yang tercatat di bagian awal pasal 7. Mereka perlu mengetahui siapa saja yang hadir, siapa yang bertanggung jawab atas area tertentu, dan bagaimana sumber daya yang terbatas dapat dimanfaatkan secara maksimal.
Dalam gereja modern, konsep organisasi ini sangat relevan. Bukan berarti gereja harus birokratis, tetapi perlu ada struktur yang memungkinkan setiap jemaat untuk menemukan tempatnya, menggunakan karunianya, dan bertumbuh bersama. Pengorganisasian yang baik membantu memastikan bahwa tidak ada jemaat yang terpinggirkan atau merasa tidak memiliki peran. Ini juga membantu dalam perencanaan pelayanan, distribusi tugas, dan memastikan bahwa sumber daya (baik materiil maupun non-materiil) digunakan secara efisien untuk mencapai visi gereja.
Kondisi Yerusalem yang "rumah-rumah belum didirikan" menunjukkan bahwa pembangunan fisik belum selesai sepenuhnya, tetapi yang lebih penting adalah kurangnya aktivitas dan kehidupan yang melekat pada rumah-rumah itu. Ini mengajarkan kita bahwa tujuan akhir dari pembangunan (baik tembok maupun gereja) adalah agar ada kehidupan yang berkembang di dalamnya. Gereja perlu menjadi tempat di mana orang-orang dapat bertumbuh dalam iman, saling mendukung, dan menjadi alat kebaikan di dunia.
Maka, Nehemia 7:4 mengingatkan kita untuk tidak hanya fokus pada pembangunan fisik atau struktural, tetapi juga pada pertumbuhan rohani, keterlibatan aktif jemaat, dan bagaimana kita dapat memanfaatkan "ruang" yang telah Tuhan berikan kepada gereja-Nya. Ini adalah panggilan untuk sebuah organisasi gereja yang tidak hanya ada, tetapi hidup, berkembang, dan memberikan dampak yang berarti.