Ayat Ulangan 1:32 mengingatkan kita pada sebuah momen krusial dalam perjalanan bangsa Israel di padang gurun. Setelah 40 tahun mengembara, mereka berada di ambang pintu Kanaan, tanah perjanjian yang dijanjikan oleh Allah. Musa sedang menyampaikan kembali hukum dan peringatan kepada generasi baru yang akan memasuki negeri tersebut. Namun, dalam firman ini, ada nada kekecewaan dan penyesalan yang terdengar. Penekanan utama ayat ini adalah pada respons umat terhadap anugerah dan kuasa Allah: "Tetapi dalam hal ini kamu tidak percaya kepada TUHAN, Allahmu."
Peristiwa yang dirujuk oleh Musa kemungkinan besar adalah ketika bangsa Israel dikirim mata-mata ke Kanaan. Setelah para mata-mata kembali dengan kesaksian tentang kekayaan tanah itu, mereka juga membawa berita tentang bangsa-bangsa kuat yang mendudukinya. Alih-alih mengandalkan kekuatan Allah yang telah membebaskan mereka dari Mesir, yang telah membelah Laut Merah, dan yang telah menyediakan makanan dan air di padang gurun, mayoritas orang Israel diliputi ketakutan. Mereka memilih untuk melihat keterbatasan mereka sendiri dan ketidakmungkinan situasi, daripada mengingat kebesaran dan kesetiaan Allah mereka.
Ketidakpercayaan yang diungkapkan dalam Ulangan 1:32 bukanlah sekadar keraguan intelektual, tetapi kegagalan hati. Ini adalah penolakan untuk meletakkan iman pada janji dan kemampuan Allah untuk bertindak. Ketika kita tidak percaya kepada Allah, kita menempatkan diri kita pada posisi yang rapuh. Kita menjadi seperti kapal tanpa kemudi, terombang-ambing oleh ombak ketakutan, kekhawatiran, dan keputusasaan. Kita mulai mengandalkan hikmat dan kekuatan kita sendiri, yang seringkali sangat terbatas, alih-alih bersandar pada Sumber segala hikmat dan kekuatan.
Firman ini relevan bagi kita hingga hari ini. Dalam kehidupan modern yang penuh dengan tantangan dan ketidakpastian, godaan untuk tidak percaya kepada Allah selalu ada. Kita mungkin menghadapi masalah keuangan, tantangan kesehatan, kesulitan hubungan, atau keraguan tentang masa depan. Dalam situasi-situasi ini, mudah untuk terjebak dalam kekhawatiran dan mulai meragukan apakah Allah benar-benar peduli atau mampu menolong kita. Kita mungkin tergoda untuk hanya melihat kesulitan dari sudut pandang manusiawi, melupakan bahwa bagi Allah tidak ada yang mustahil.
Ulangan 1:32 adalah panggilan untuk introspeksi. Apakah kita benar-benar mempercayai Allah dalam segala aspek kehidupan kita? Apakah kita menaruh iman kita pada janji-janji-Nya, atau kita membiarkan ketakutan dan keraguan menguasai hati kita? Percaya kepada Allah berarti menyerahkan kendali, mengakui bahwa Dia memiliki rencana yang lebih baik, dan Dia mampu melakukan hal-hal luar biasa bahkan di tengah situasi yang tampaknya mustahil. Mari kita belajar dari kesalahan bangsa Israel dan memilih untuk menaruh iman kita sepenuhnya kepada TUHAN, Allah kita, yang setia dan berkuasa. Kemenangan sejati hanya dapat dicapai ketika kita berani percaya.
Untuk mempelajari lebih lanjut tentang pentingnya iman, Anda bisa membaca artikel di Sini.