Ayat dari Kitab Ulangan ini membawa pesan yang kuat dan relevan tentang hubungan antara umat pilihan dan Tuhan. Dalam konteks sejarah bangsa Israel, ayat ini muncul setelah mereka menghabiskan waktu 40 tahun mengembara di padang gurun. Pengembaraan yang panjang ini bukanlah tanpa sebab; itu adalah konsekuensi langsung dari ketidakpercayaan dan ketidaktaatan mereka terhadap perintah Tuhan.
Setelah Tuhan berjanji untuk memimpin mereka ke Tanah Perjanjian, bangsa Israel mengirimkan mata-mata untuk mengintai negeri tersebut. Laporan para mata-mata, meskipun mengakui kesuburan tanah, juga dipenuhi dengan ketakutan akan penduduk yang kuat. Ketakutan inilah yang kemudian merayap dan merusak iman sebagian besar orang Israel. Mereka memilih untuk mempercayai ketakutan mereka daripada janji Tuhan.
Akibatnya, Tuhan menghukum mereka dengan mengizinkan mereka mengembara di padang gurun sampai generasi yang tidak percaya itu lenyap. Dalam ayat 45 ini, kita melihat momen ketika sebagian dari mereka akhirnya menyadari kesalahan mereka. Mereka "bertengkar melawan TUHAN," yang mungkin lebih tepat diartikan sebagai protes, ratapan, atau usaha untuk meminta belas kasihan setelah bertahun-tahun merasakan kesulitan.
Namun, perhatikan dengan seksama frasa "tetapi TUHAN tidak mau mendengarkan tangisanmu dan tidak mau mengindahkan kamu." Ini bukan berarti Tuhan tidak mendengar; Dia mendengar, tetapi respons-Nya bukanlah pengampunan instan atau pencabutan hukuman. Hukuman telah ditetapkan sebagai konsekuensi dari pilihan mereka.
Pesan dalam ayat ini mengajarkan kita bahwa ada saat-saat ketika doa dan tangisan kita, meskipun tulus, mungkin tidak segera menghasilkan hasil yang kita harapkan. Ini seringkali terjadi ketika doa tersebut datang terlambat, setelah kita secara konsisten mengabaikan kehendak Tuhan atau membuat keputusan yang bertentangan dengan-Nya. Tuhan menginginkan ketaatan yang datang dari iman, bukan kepatuhan yang dipaksakan oleh rasa takut atau penyesalan setelah menghadapi kesulitan.
Ulangan 1:45 bukan sekadar catatan sejarah, melainkan pengingat abadi. Di zaman modern ini, kita juga dihadapkan pada pilihan-pilihan yang menentukan arah hidup kita. Kita dapat memilih untuk mendengarkan suara Tuhan, mempercayai janji-janji-Nya, dan mengikuti jalan yang telah Dia tunjukkan, atau kita dapat memilih untuk mengikuti keinginan pribadi, tunduk pada ketakutan, dan mengabaikan panggilan-Nya.
Kehidupan yang penuh berkat dan kedekatan dengan Tuhan tidak datang secara otomatis. Ia dibangun di atas fondasi iman, ketaatan, dan kemauan untuk mendengarkan serta menindaklanjuti firman-Nya, bahkan ketika itu tidak mudah atau ketika jalan di depan tampak menakutkan.