Ulangan 15:3

"Tentang orang asing, ia boleh meminta kembali apa yang menjadi utangnya; tetapi mengenai barang apa pun yang ada padamu, ia harus melepaskan apa yang ia minta dari saudaramu."
Keadilan Beri Terima

Ilustrasi: Keseimbangan keadilan dan kemurahan hati.

Ayat Ulangan 15:3 menyajikan prinsip moral yang mendalam mengenai perlakuan terhadap sesama, khususnya dalam konteks utang dan kepemilikan. Perintah ini bukanlah sekadar aturan hukum semata, melainkan cerminan dari karakter ilahi yang menghendaki keadilan, belas kasih, dan kemurahan hati di antara umat-Nya. Fokus utamanya adalah membedakan cara perlakuan terhadap "orang asing" dan "saudaramu".

Ketika ayat ini berbicara tentang "orang asing", konteksnya dapat merujuk pada mereka yang bukan berasal dari suku yang sama atau yang secara sosial berada di luar lingkaran komunitas inti. Terhadap mereka, hukum memberikan kelonggaran dalam menagih utang. Ini menunjukkan adanya sistem yang lebih ketat atau penekanan pada kewajiban yang lebih formal, namun tetap ada batasan yang mencegah penindasan yang berlebihan. Perintah ini menekankan pentingnya menjaga ketertiban ekonomi dan hak milik, tetapi juga mengisyaratkan bahwa ada tingkat toleransi atau kebijakan yang berbeda dalam situasi tertentu.

Namun, perbedaan perlakuan yang paling signifikan terlihat ketika ayat ini beralih kepada "saudaramu". Kata "saudaramu" di sini mencakup tidak hanya hubungan keluarga, tetapi juga sesama anggota komunitas perjanjian, yaitu bangsa Israel. Terhadap mereka, perintahnya lebih tegas: "ia harus melepaskan apa yang ia minta dari saudaramu." Frasa ini dapat diinterpretasikan dalam beberapa cara. Salah satu pemahaman utamanya adalah adanya prinsip pengampunan atau kemurahan hati yang lebih besar dalam relasi internal komunitas. Jika seorang saudara mengalami kesulitan finansial dan membutuhkan sesuatu, entah itu barang atau mungkin pengampunan utang dalam konteks tertentu, ada anjuran kuat untuk bersikap lebih lunak dan dermawan. Ini menyoroti nilai persaudaraan, kebersamaan, dan tanggung jawab kolektif untuk saling menopang.

Prinsip ini menolak budaya kerakusan dan keserakahan yang dapat merusak tatanan sosial. Sebaliknya, ia mendorong terciptanya lingkungan yang aman dan penuh kasih di mana individu tidak merasa terancam oleh tuntutan yang berlebihan dari sesamanya. Ini adalah perintah yang mendorong solidaritas dan empati, mengingatkan umat untuk selalu bertindak dengan integritas dan kejujuran, serta untuk tidak memanfaatkan kelemahan orang lain, terutama mereka yang terikat dalam ikatan persaudaraan.

Implikasi dari Ulangan 15:3 meluas hingga ke pemahaman tentang bagaimana masyarakat seharusnya berinteraksi. Ini adalah prinsip yang menggarisbawahi bahwa keadilan tidak hanya berarti penegakan hukum yang keras, tetapi juga melibatkan dimensi kemanusiaan dan belas kasih. Di dunia yang seringkali didominasi oleh kepentingan pribadi, ayat ini memberikan pengingat yang kuat tentang pentingnya mengutamakan kesejahteraan bersama dan hubungan yang harmonis di antara sesama. Menerapkan prinsip ini berarti menciptakan masyarakat yang lebih adil, suportif, dan beradab, di mana setiap individu merasa dihargai dan terlindungi.

Dalam konteks modern, ayat ini tetap relevan. Ia mengajarkan kita untuk mempertimbangkan kembali cara kita berinteraksi dalam transaksi ekonomi, baik dalam skala pribadi maupun sosial. Bagaimana kita memperlakukan orang yang membutuhkan, bagaimana kita menuntut hak kita, dan bagaimana kita menjaga hubungan baik dengan orang-orang di sekitar kita—semua ini adalah cerminan dari pemahaman kita terhadap prinsip keadilan dan kebajikan yang diajarkan dalam Ulangan 15:3.