Ayat Ulangan 27:1 membuka sebuah momen krusial dalam sejarah bangsa Israel. Musa, sebagai pemimpin mereka yang diutus Tuhan, bersama para tua-tua memberikan instruksi yang sangat tegas: "Peganglah segala hukum ini, yang aku perintahkan kepadamu pada hari ini." Perintah ini bukanlah sekadar saran, melainkan sebuah amanah yang harus dijalankan dengan sungguh-sungguh. Konteks dari ayat ini adalah sesaat sebelum bangsa Israel memasuki Tanah Perjanjian, Kanaan. Ini adalah masa transisi yang penuh harapan sekaligus tantangan.
Perintah untuk "memegang segala hukum" menyiratkan sebuah komitmen. Hukum-hukum yang dimaksud adalah Taurat yang telah diberikan Tuhan kepada Musa di Gunung Sinai. Hukum ini bukan hanya seperangkat aturan, melainkan fondasi dari perjanjian antara Tuhan dan umat-Nya. Mengingat dan mematuhi hukum ini adalah cara mereka menunjukkan kesetiaan dan ketaatan kepada Tuhan yang telah membebaskan mereka dari perbudakan di Mesir. Hal ini juga menjadi kunci keberhasilan dan keberlangsungan hidup mereka di tanah yang baru.
Tindakan mendirikan tugu batu yang disebutkan dalam pasal yang sama (Ulangan 27:2-8) adalah manifestasi fisik dari perintah ini. Tugu batu yang akan didirikan di Gunung Ebal, setelah mereka menyeberangi Sungai Yordan, akan menjadi saksi bisu dan pengingat abadi akan janji dan kewajiban mereka kepada Tuhan. Di tugu batu itu, seluruh hukum Tuhan akan dituliskan dengan jelas. Ini bukan hanya untuk generasi yang ada saat itu, tetapi juga untuk generasi-generasi mendatang. Setiap kali mata memandang tugu batu itu, ingatan akan hukum Tuhan akan kembali segar.
Pentingnya sebuah tanda peringatan seperti tugu batu ini tidak bisa diremehkan. Manusia cenderung mudah lupa, terutama ketika kenyamanan dan godaan duniawi datang menerpa. Dengan adanya tugu batu, setiap orang Israel diingatkan bahwa mereka hidup di bawah perjanjian dengan Tuhan, dan ada konsekuensi bagi ketaatan maupun ketidaktaatan. Konsep ulangan 27 1 ini mengajarkan kita tentang pentingnya komitmen yang berkelanjutan terhadap prinsip-prinsip rohani, bahkan ketika kita telah mencapai sebuah pencapaian atau memasuki fase baru dalam kehidupan.
Meskipun tugu batu dan perintah spesifik mendirikannya adalah konteks historis, esensi dari Ulangan 27:1 tetap sangat relevan. Bagaimana kita, di zaman modern ini, "memegang segala hukum" yang Tuhan berikan? Bagi umat Kristiani, ini berarti hidup sesuai dengan ajaran Yesus Kristus, mengasihi Tuhan dan sesama, serta menaati firman-Nya yang terdapat dalam Alkitab. Kita mungkin tidak mendirikan tugu batu secara fisik, tetapi kita dapat membangun "tugu batu" rohani dalam hidup kita. Ini bisa berupa devosi pribadi yang teratur, pembacaan dan perenungan Alkitab, serta hidup yang mencerminkan nilai-nilai Kerajaan Allah dalam keseharian.
Ketaatan yang diajarkan dalam ulangan 27 1 adalah tentang kesediaan untuk menempatkan Tuhan dan firman-Nya sebagai prioritas utama, bahkan ketika itu sulit atau tidak populer. Ini adalah tentang menjaga hubungan perjanjian yang hidup dengan Tuhan, yang didasari oleh kasih dan kepercayaan. Dengan demikian, kita dapat terus berjalan dalam berkat dan pimpinan-Nya, sama seperti bangsa Israel yang dipanggil untuk hidup dalam tanah yang melimpah ruah. Perintah ini adalah pengingat bahwa hubungan kita dengan Tuhan membutuhkan komitmen aktif dan kesadaran yang terus-menerus.