"TUHAN akan membukakan bagimu perbendaharaan-Nya yang melimpah, yaitu langit, untuk menurunkan hujan di negerimu pada waktunya dan untuk memberkati segala pekerjaan tanganmu, sehingga engkau meminjamkan kepada banyak bangsa, tetapi engkau sendiri tidak meminjam dari mereka." (Ulangan 28:12)
Kitab Ulangan pasal 28 merupakan salah satu pasal yang paling monumental dalam Perjanjian Lama, menyajikan gambaran yang jelas tentang konsekuensi ketaatan dan ketidaktaatan terhadap perjanjian Allah. Pasal ini dibagi menjadi dua bagian besar: berkat bagi mereka yang taat, dan kutuk bagi mereka yang tidak taat. Pemisahan ini bukan sekadar catatan sejarah, melainkan sebuah pengingat abadi tentang prinsip keadilan ilahi dan kasih karunia yang selalu ditawarkan.
Bagian pertama, Ulangan 28:1-14, melukiskan gambaran berkat yang luar biasa. Jika umat Israel bersedia mendengarkan suara TUHAN dan dengan tekun melakukan segala perintah-Nya, maka mereka akan ditinggikan di atas segala bangsa di bumi. Berkat-berkat ini mencakup kesuksesan dalam segala aspek kehidupan: kesuburan tanah, kelimpahan hasil panen, keberhasilan dalam pekerjaan, kemenangan atas musuh, dan kemakmuran yang melimpah hingga mereka menjadi sumber pinjaman bagi bangsa lain. Ayat 12, yang dikutip di awal artikel ini, secara gamblang menggambarkan janji kemakmuran dan keunggulan yang berasal dari ketaatan. TUHAN sendiri yang akan membuka perbendaharaan-Nya, menunjukkan bahwa berkat bukanlah hasil usaha manusia semata, melainkan pemberian dari Sumber segala sumber.
Namun, kitab suci ini tidak berhenti pada janji berkat saja. Bagian kedua, Ulangan 28:15-68, menyajikan konsekuensi yang jauh lebih suram bagi ketidaktaatan. Jika umat Israel menolak mendengarkan suara TUHAN dan tidak melakukan perintah serta ketetapan-Nya, maka kutuk akan menimpa mereka. Kutuk ini mencakup berbagai macam malapetaka, penyakit yang mengerikan, kegagalan panen, diperbudak oleh musuh, dan penderitaan yang tak terbayangkan. Ketidaktaatan akan membawa mereka pada kehancuran, perpecahan, dan pengalaman pahit dipermalukan di hadapan bangsa-bangsa lain. Kontras antara berkat dan kutuk ini sangatlah tajam, menegaskan bahwa pilihan memiliki dampak yang fundamental dan kekal.
Selanjutnya, kita beralih ke Ulangan 32, yang dikenal sebagai Nyanyian Musa. Nyanyian ini bukan hanya sebuah puisi indah, tetapi sebuah kesaksian profetik yang merangkum sejarah hubungan Allah dengan umat-Nya. Musa memanggil langit dan bumi untuk menjadi saksi ketika ia berbicara tentang kesetiaan Allah yang luar biasa, namun juga tentang ketidaksetiaan umat-Nya yang berulang kali.
Nyanyian Musa dalam Ulangan 32:4 menegaskan karakter Allah: "Dia adalah gunung batu, yang sempurna, segala jalan-Nya adil; Allah yang setia, dengan tiada kecurangan, adil dan benar Dia." Pernyataan ini menjadi fondasi dari segala janji dan konsekuensi yang disajikan sebelumnya. Kesetiaan Allah adalah dasar dari janji berkat, sementara keadilan-Nya menjadi dasar dari kutuk bagi ketidaktaatan.
Musa juga melukiskan bagaimana umat Israel, setelah diberi segala kebaikan dan berkat, malah berpaling dan melupakan Allah yang telah menyelamatkan mereka. Ulangan 32:15-18 dengan jelas menggambarkan bagaimana Yerusalem yang makmur menjadi "gemuk" dan "menendang." Mereka menyembah dewa-dewa lain dan melupakan "bukit batu yang melahirkan engkau." Gambaran ini sangat menyakitkan, menunjukkan betapa mudahnya hati manusia terlena oleh kemakmuran dan melupakan Sumbernya.
Meskipun demikian, nyanyian ini tidak hanya berhenti pada tuduhan dan hukuman. Di tengah peringatan akan murka Allah, terselip juga harapan. Allah, meskipun murka, tidak sepenuhnya membuang umat-Nya. Ulangan 32:36 menyatakan, "Sebab TUHAN akan membela hak umat-Nya dan akan menaruh belas kasihan kepada hamba-hamba-Nya, kalau dilihat-Nya bahwa kekuasaan mereka telah lenyap dan bahwa mereka telah ditinggalkan, baik yang hamba maupun yang merdeka." Ini menunjukkan belas kasihan ilahi yang selalu mendasari keadilan-Nya.
Ulangan 28 dan 32, secara bersama-sama, mengajarkan pelajaran yang sangat penting: bahwa kehidupan yang dijalani dalam ketaatan kepada Allah membawa berkat yang melimpah, baik secara spiritual maupun jasmani, sementara ketidaktaatan hanya akan mendatangkan penderitaan dan kehancuran. Namun, di atas segalanya, kedua pasal ini menyoroti kesetiaan Allah yang tak tergoyahkan dan belas kasihan-Nya yang senantiasa tersedia bagi mereka yang bertobat. Ini adalah prinsip universal yang relevan hingga kini, mengingatkan kita akan pentingnya memilih jalan yang benar dan tetap berpegang teguh pada janji Sang Pencipta.